Menurut Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) pada tahun 2022, angka stunting nasional sudah mengalami penurunan dari 24,4% menjadi 21,6%. Meskipun demikian kondisi ini masih cukup tinggi, karena artinya 1 dari 5 anak Indonesia mengalami stunting. Tentu hal ini berbahaya karena stunting memiliki dampak kesehatan jangka panjang untuk anak kita.
Salah satu cara mencegah stunting adalah rutin mengukur status gizi anak. Untuk mengukur status gizi dan diagnosis stunting, tenaga kesehatan akan melakukan hal berikut ini:
-
Anamnesis atau tanya jawab antara tenaga kesehatan dan pasien
-
Pemeriksaan fisik, yaitu berat badan dan tinggi badan
-
Pemeriksaan penunjang seperti skrining tulang dan TBC
Seorang anak dikatakan stunting jika tinggi badannya di bawah median kurva standar pertumbuhan anak WHO lebih dari dua standar deviasi. Pengukuran ini bergantung pada umur dan jenis kelamin sang anak.
Metode pengukuran harus tepat, karena kalau salah ukur, diagnosisnya menjadi tidak valid. Lebih baik pergi ke tenaga kesehatan untuk mendapatkan pengukuran yang valid.
Pemeriksaan status gizi rutin penting karena pertumbuhan anak di usia 0-2 tahun akan menentukan kesehatannya secara jangka panjang dan periode penting untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangannya. Pantau tumbuh kembang anak secara berkala dengan membawa ke Posyandu setiap bulan. Selain itu penting bagi kita untuk mempelajari kurva pertumbuhan anak untuk mengantisipasi timbulnya permasalahan gizi yang lain seperti wasting, underweight atau overweight.
Jadi, ayo penuhi kebutuhan zat gizi anak sesuai dengan AKG (Angka Kecukupan Gizi), ukur status gizi di tenaga kesehatan dan bawa ke Posyandu secara rutin setiap bulan untuk mencegah stunting!
Referensi :