
Aplikasi TTM

Bagi Teori TTM (The Transtheoritical Model), perubahan perilaku bukan suatu peristiwa, misalnya dari hobi makan minum manis lalu menjadi tidak makan minum manis sama sekali. Ada yang namanya stages of change , 6 tahap perubahan perilaku, yaitu prakontemplasi, kontemplasi, persiapan, aksi, pemeliharaan, dan terminasi.
Sewaktu belum melakukan suatu perilaku, tahapnya bisa prakontemplasi, kontemplasi, atau persiapan. Prakontemplasi itu tidak tahu, boro-boro mikirin, tidak mau mikirin, tidak mau terpapar info atau bahkan tak suka orang menasehati. Tahap selanjutnya, kontemplasi adalah saat orang mikir-mikir, nimbang-nimbang. Gara-gara lihat orang tua atau kawan sakit gula lalu meninggal, orang jadi mikir: Jangan-jangan, bahaya, ya? Yang ketiga, persiapan, saat orang punya niat dan rencana bertindak tapi belum. Baru kumpulin info. Browsing-browsing. Tanya kanan kiri. Belajar.
Kalau kemudian orang berhenti makan minum manis, maka bukan berarti perubahan perilaku tuntas. Itu baru masuk tahap 4, yaitu aksi. Dalam TTM, aksi itu mesti berulang dalam rentang waktu tertentu. Dalam urusan berhenti merokok, misalnya, setidaknya 6 bulan. Entah untuk urusan makan minum manis, yang juga adiktif. Tahap aksi bukan akhir karena selalu ada peluang relapse (kembali ke perilaku sebelumnya). Berikutnya, pemeliharaan di mana orang mengambil langkah-langkah agar tidak relapse. Terakhir, terminasi di mana perilaku sudah ajeg. Bahasa agamanya, istiqomah. Tidak goyah karena ajakan, godaan di depan mata, atau hasutan. Stress kerjaan juga tak bisa melarikannya ke makanan minuman manis. Bener-bener tidak tergoda atau zero temptation. Bila pun sedikit-sedikit keinginan muncul, mudah dipadamkan (total self-efficacy). Nah, di sinilah perubahan perilaku dikatakan tuntas.
Bagusnya TTM, penjelasan stages of change (tahapan perubahan perilaku) dilengkapi dengan proses of change, taktik/kegiatan/ cara untuk membawa orang dari satu tahap ke tahap selanjutnya. Caranya berbeda-beda untuk tahapan berbeda.
Contoh, pada tahap prakontemplasi, yang boro-boro mikirin, komunikator bisa gunakan consciousness raising atau naikin kesadaran. Maka itu, jangan ajak orang berhenti makan minum manis. Jangan ajari teknik atau cara lepas dari ketergantungan. Jangan kenalkan makanan atau minuman pengganti. Jangan ajari pula gagasan makanan bergizi seimbang.
Kenapa?
Karena di prakontemplasi, orang tak mau dengerin ajakan-ajakan melakukan suatu perilaku.
Consciousness raising fokus pada konsekuensi. Sudah banyak yang sakit diabetes! Ginjal jadi bermasalah. Jantung kena. Kanker terpicu. Pokoknya beragam PTM (Penyakit Tidak Menular) yang menanti. Tunjukkan statistik.
Kalau tak suka diajak berpikir, gunakan dramatic relief. Aduk-aduk emosi orang dengan kegiatan, cerita, atau media tertentu. Buat orang merasakan betapa menderita sengsara orang sakit PTM.
Untuk orang Indonesia, yang sosial-emosional, gunakan environmental reevaluation agar orang melihat konsekuensi perilakunya pada orang lain. Kalau tetap begitu, kamu akan mati muda. Bagaimana nasib anak istrimu? Anak-anak besar tanpa kamu. Siapa yang jamin sekolahnya? Waktu menikah nanti ada bapak disampingnya tapi bukan kamu.
WTC-2, 2 Oktober 2024 - RR