Program Inovasi Edukasi Kesehatan

Apresiatif itu pilihan


 
Apresiatif itu pilihan

Saat berinteraksi dengan warga, komunikator kesehatan bisa memilih bersikap apresiatif atau sebaliknya, menyayangkan kekurangan. Pilihan bebas. 

Misalnya, saat pasien TB hanya mau minum sebagian obat dan menolak sebagian lainnya, komunikator bisa menekankan risiko tidak meminum sebagian obat atau sebaliknya, manfaat obat yang diminum. 

Saat pasien tidak mau menemui langsung dan hanya mau berkomunikasi via WA, komunikator bisa melihatnya sebagai penolakan atau sebaliknya, kemudahan. 

Pilihan bebas tapi masing-masing membawa konsekuensi tersendiri. 

Bila fokus pada kekurangan, komunikator akan dihadapkan pada dunia yang suram, karena penuh masalah. Di sana sini penuh tantangan. Beban di pundak pun terasa semakin berat. 

Bila fokus pada kelebihan (apresiatif), dunia terlihat riang. Penuh kemudahan. Barokah. Komunikasi pun terasa selalu ringan. 

Bagi relawan, seperti kader kesehatan yang banyak urusan lain, sikap apresiatif lebih menguntungkan. Rasa senang yang diperoleh bisa mewarnai kegiatan-kegiatan lain. Pulang mendampingi pasien TB, berjumpa anak di rumah, wajah gembira yang muncul. 

Kalau keluar rumah pasien dengan bete, urusan lain terdampak. Di rumah anak rewel, jangan-jangan jadi terpicu menjewer. 

Bersikap apresiatif adalah pilihan karena dari satu kejadian, sikap sih tergantung sang komunikator. Kejadiannya, pasien hanya mau ditemui di luar rumahnya. Alhamdulillah, puji syukur masih mau ngobrol. Malah, lebih dekat pula lokasinya. 

Sorong, 2 Mei 2024 - RR