Program Inovasi Edukasi Kesehatan

Batasan Hubungan Keakraban


 
Batasan Hubungan Keakraban

Berlatih teknik KAP (Komunikasi AntarPribadi) bersama PKRS (Promotor Kesehatan Rumah Sakit) se-Kota Bandung (RS Melinda 2, 28 Feb 2024), muncul isu: Apa batas membangun keakraban? Bagaimana kalau orangnya menyalahgunakan? Ngelunjak atau neyermpet-nyerempet?

Beberapa rekan PKRS ternyata memiliki pengalaman kurang menyenangkan, semisal di WA malam-malam, dipancing ngobrol topik pribadi, dll. Menurut mereka, ini gara-gara membangun keakraban.

Efek samping dari keakraban tentu ada. Terutama interaksi pribadi dan jangka panjang. Kalau kelompok atau komunitas, kecil kemungkinan.

Yang sering terdengar di urusan TBC. Apalagi RO (Resisten Obat). Akibat hubungan panjang, muncul ketergantungan. Ada pasien yang ingin ngobrol tiap hari. Ada yang tidak mau minum obat kalau tidak dikunjungi pendamping yang kesukaannya. Dan lain sebagainya sampai yang aneh-aneh.

Dalam KAP keakraban itu penting dalam rangka edukasi dan persuasi. Tapi ada efek sampingnya. Jadi, pertanyaannya adalah bagaimana mencegah efek samping itu?

Kuncinya adalah membuat batasan. Mana yang boleh. Mana yang tidak boleh. Lalu, bagaimana mengomunikasaikannya. 

Batasan itu individual, tetapi yang mesti tegas. Silahkan buat batasan tempat/ waktu, frekuensi, dan topik. Jangan biarkan masuk ke tempat/ waktu, frekuensi dan topik yang tidak dihendaki. Bila ada gejala offside, cepat bertindak. Bisa dengan cara-cara berikut:

  • Sebelum terjadi off side, idealnya komunikator memberikan pesan tersurat atau tersirat tentang kebersediaannya berkomunikasi. “Saya cuma bisa jawab jam kantor, ya.” atau  “Kalau sampai di rumah sih waktu sudah habis buat urus bocah-bocah.”
  • Kalau ada gejala offside, abaikan dulu. Jangan terlalu reaktif. Kalau yang offisde topiknya, abaikan sama sekali. Kalau masalah waktu/ tempat atau frekuensi, berikan tanggapan di kesempatan yang pas bagi komunikator. Misalnya, besoknya di kantor.
  • Bila tetap offside, sementara komunikator berkepentingan untuk terus berinteraksi dengannya, berkomunikasilah asertif: sampaikan 1) apa yang diamati dengan bahasa deskriptif, 2) penilaian terhadap perlakuan yang diterima serta 3) masukan perbaikan bagi lawan bicara). Misal, Ibu me-WA saya di atas jam 7 malam (pengamatan) dan saya tidak respon, ya. Saya kan repot mengajari anak-anak belajar (penilaian). Ibu sebaiknya WA di jam kantor, ya (saran). Kalau dirasa penting, jangan lupa, sounding atasan untuk jaga-jaga.
  • Bila tidak mempan dan orangnya tetap offside atau malah semakin agresif, abaikan komunikasi di luar kantor secara total dan komunikasi hanya dilakukan di kantor dengan sikap asertif. Tapi kalau itu pun menganggu, hindari saja. Lapor atasan dan minta pergantian pemain. Bukannya tak peduli tapi ini demi kewarasan. Kan, masih banyak pasien lain yang mesti diurusi.

WTC-2, 14 Maret 2024 - RR