Program Inovasi Edukasi Kesehatan

Belajar dari Kekuatan Komunikasi Paraji (belian/bidan lewu/dukun beranak)


 
Belajar dari Kekuatan Komunikasi Paraji (belian/bidan lewu/dukun beranak)

Bukan mentang-mentang dulu lahiran dibantu paraji (dukun beranak atau di bidan lewu di Kalimantan, belian di Lombok) lalu paraji dijadikan kasus pembahasan dalam pelatihan KAP. Tapi lebih karena menarik saja buat pemantik diskusi.

“Kalau pemerintah tidak mengintervensi, kira-kira, masih banyak kah bumil datang ke paraji? Mengapa demikian?”

Partisipan pelatihan KAP online diminta merespon, ya atau tidak dan alasannya secara singkat.

Seperti diketahui bersama, intervensi dilakukan pemerintah demi meningkatkan ibu bayi lahiran selamat alias mengurangi risiko AKI/ AKB. Bukan hanya dengan edukasi dan persuasi, di beberapa daerah, dilakukan pula enforcement ketat di mana Ibu paraji akan berurusan dengan polisi bila berani membantu persalinan sendirian.

Jawaban dari 30an peserta pelatihan adalah iya (masih banyak ibu hamil yang akan datang ke paraji) dengan beragam alasan, termasuk kemudahan akses (jarak, tanpa proses admin, bayar serelanya), kepercayaan, dan tradisi.

Kepercayaan dielaborasi lebih lanjut di mana kepercayaan terhadap paraji bukan dibangun dari sisi keahlian berkredensial (pendidikan, sertifikasi, dll.) tapi lebih dari sisi trustworthiness atau seberapa perhatian, baik, jujur, dan tulus orangnya.

Saat pembahasan, seorang partisipan kader Posyandu memperkaya dengan membagi pengalaman mengajak ibu hamil risti (risiko tinggi) yang sebelumnya menolak ke RS karena trauma. Tidak mempan dirayu, nakes lalu meminta ibu kader merayunya. Hasilnya, si bumil mau ke RS. 

Karena komplikasi, di RS ternyata mesti ke ICU dan kembali lagi, tidak bisa dibujuk nakes. Ibu Kader kembali diminta datang membujuk. Setelah berupaya lumayan lama, akhirnya berhasil.

Secara kredensial, ibu kader Posyandu tidak memiliki pendidikan atau sertifikat seperti nakes tapi urusan edukasi atau persuasi tidak selamanya urusan itu. 

Menurut si bumil, ibu kader selama ini berhubungan baik dengan si ibu hamil “bisa dipegang (omongannya).” 

Sesi pertama (dari 3 sesi online/ daring) membahas prinsip pertama KAP, pentingnya membangun hubungan akrab.  Setelah itu, pelatihan yang dikelola Pusat Pelatihan KAP NTB akan mengambil bentuk luring alias offline di Lombok Barat dan Timur. Fokus sesi luring adalah praktik teknik-teknik yang diturunkan dari prinsip-prinsip KAP. Jadi bukan lagi teori. Setelah itu, pelatihan dilanjutkan dengan pendampingan bersama via WAG dan praktik edukasi mandiri. 

Agak panjang prosesnya tapi biaya lebih murah. Moga-moga model semacam ini bisa hidup di jaman efisiensi seperti sekarang.

 

 

Tanjung Barat, 7 April 2025 – RR/ Forum KAP