Belajar perilaku sehat yang aktif

 
Program Inovasi Edukasi Kesehatan

Belajar perilaku sehat yang aktif


 
Belajar perilaku sehat yang aktif

Agar bermakna, belajar mesti aktif. Minimal para pembelajar aktif di kepalanya. Menyimak, mencerna, mengingat-ingat. Lebih mantap lagi bila pembelajar juga aktif secara eksplisit dengan bertanya-tanya, memberi masukan, diskusi, atau bekerjasama. 

Belajar tentang perilaku-perilaku sehat pun mesti aktif, meski secara tradisi, belajar kesehatan sering bersifat searah dari sumber ahli ke awam. Untuk itu, edukator mesti memiliki stok teknik yang memadai untuk mengaktivasi para pembelajar. Berikut beberapa teknik yang bisa dipertimbangkan.

Buat tertawa. Saat tegang dan terasing orang cenderung pasif. Jadi, buat orang tertawa. Bangun keakraban. Harapannya, orang jadi santai dan rileks berbicara.

Bertanya. Edukator dapat melempar pertanyaan untuk mengaktivasi para pembelajar. Agar dapat ditanggapi banyak orang secara cepat, di awal-awal, lempar pertanyaan yang mudah dijawab dengan pengalaman orang sehari-hari. Jangan melempar pertanyaan yang sulit, akademis, konseptual, yang hanya bisa dijawab segelintir orang atau edukator seorang.

Mendengarkan. Saat mendapatkan tanggapan dari para pembelajar, jangan lupa mendengarkan. Bukan diam atau sekedar menjawab ho-oh - ho-oh tapi nyambung alias bertanya-tanya kecil yang terkait cerita atau pendapat agar orang berbicara lebih semangat. Dengan nyambung, edukator menghargai para pembelajar, yang membuat mereka lebih semangat berpartisipasi.

Memberi pilihan. Saat memilih, para pembelajar bukan hanya aktif (memberi pilihan) tapi juga memberi ownership pada pilihannya. Setelah mendengarkan berbagai penyakit yang dialami anak-anak, edukator dapat bertanya: Mana yang mau kita bahas dulu? Penyakit apa?

Diskusi kelompok. Orang kita banyak yang belum terbiasa berbicara dalam forum. Kalau edukator bertanya di forum, yang menanggapi hanya 4L (lu lagi lu lagi). Namun, kalau dibuat diskusi kelompok, keberanian bicara muncul. Yang bicara pun jadi lebih banyak.

Memberi sebagian panggung. Edukator tak perlu mendominasi sesi. Bila ada pembelajar yang memiliki pengetahuan atau pengalaman yang berharga, ajak dia tampil untuk membagikannya. Misalnya, ketika bicara tentang test IVA, edukator dapat meminta seorang ibu yang pernah mengalaminya bercerita.

Manfaatkan aset komunikasi. Aset komunikasi yang dimaksud adalah lagu, permainan, cerita dan lain-lain. Selain membantu pemahaman, pengingatan, dan juga menggugah emosi, aset-aset komunikasi itu dapat mengaktivasi para pembelajar. Misalnya, sehabis menyanyi bersama minimal 6x, edukator bertanya: Lagu tadi tentang apa? Bahayanya apa? Cara mencegahnya?

Delegasi sesi belajar. Bila sudah terbiasa dengan belajar aktif, para pembelajar bisa berganti posisi menjadi edukator. Misalnya, mereka diberi tugas untuk membahas dan berbagi tentang satu topik pada sesi berikutnya.

Di awal usaha mengaktivasi para pembelajar mungkin agak merepotkan tapi kalau sudah terbiasa, kerja edukator akan jauh lebih ringan dan menyenangkan.

 

WTC-2, 9 Oktober 2024 - RR