Program Inovasi Edukasi Kesehatan

Dimensi yang hilang dalam pemahaman PTM


 
Dimensi yang hilang dalam pemahaman PTM

“Padahal kemarin masih ikut rapat. Kok mendadak sekali?”
“Lho, tadi pagi saya baru ketemuan. Bahas rencana reuni. Sehat-sehat dia. Kok, bisa ya?”

Pernyataan-pernyataan model begini sering kita jumpai ketika mendapat kabar seseorang meninggal dunia. Kejadiannnya tiba-tiba. Mendadak sekali. 

Kemudian diketahui, meninggalnya karena serangan jantung. Atau, pecah pembuluh darah di kepala.

Penyakit-penyakit tersebut dikelompokkan sebagai PTM atau Penyakit Tidak Menular. Penyakit sekelompok termasuk penyakit gula, kanker, ginjal, dan lain-lain.

Karena namanya PTM atau Penyakit Tidak Menular, maka orang mahfum penyakitnya tidak berpindah ke dirinya. Makanya, orang-orang tak khawatir ber-takziah ke rumah almarhum atau almarhumah. Atau bila dirawat di rumah sakit, datang membesuk.

Berbeda dengan orang sakit TBC, yang membuat orang takut menjumpai karena takut tertular. Bahkan orang cenderung menjauhinya. Bahkan, tidak sedikit yang meminta kasur almarhum atau almarhumah dibakar (48% menyetujui ini dan mereka adalah dari populasi 6 kota besar di Indonesia, UNICEF Nielsen Q4 2023).

Balik ke PTM. Pemahaman orang tentang PTM tampaknya terkonsentrasi pada dimensi tidak menularnya dan kehilangan dimensi lain yang sebetulnya yang tampaknya membuat orang leha-leha alias tak berbuat apa-apa untuk mencegah. Dimensi itu adalah penyakit kronis.

PTM tidak terjadi ujug-ujug. Tapi ada proses panjang. Bertahun-tahun bahkan berpuluh-pulu tahun. Saat muncul, maka itu bukan tiba-tiba tapi perkembangan penyakit sudah berada di titik itu.

Seperti bateri HP saja. Dia turun terus menerus. Sampai dititik 0, set, matilah HP kita.

“Padahal kemarin masih ikut rapat.”

Lha iya, HP kita juga begitu. Kalau belum sampai 0%, masih bisa dipakai call atau tik-tokan.

Tapi HP kan ada tanda peringatan kalau mau lowbat? Ada meteran sisa baterai?

Tubuh kita juga ada. Kita sudah dapat peringatan-peringatan. Kitanya saja tidak mengindahkan. 

Seperti bateri, tubuh kita juga bisa diukur “sisa berapa.” Bisa dicek gula darahnya, apakah normal, pre diabet atau sudah diabet. Bisa dicek tekanan darahnya, normal atau tinggi dan lain sebagainya. 

Kitanya saja tidak mau mengukur secara teratur dan nge-charge lagi setelah tahu angkanya.

Jadi bukan kejadian ujug-ujug. Ada proses panjang. Ini dimensi yang hilang dalam PTM, yang mesti kita pasang di benak publik luas.

WTC 2, 25 Maret 2024 - RR