Program Inovasi Edukasi Kesehatan

Gembira anak diare


 
Gembira anak diare

Dalam statistik, diare termasuk salah satu pembunuh massal anak di Indonesia. Namun jangan salah, tidak semua orang memandang negatif diare yang dialami anak. kecil 

Survei UNICEF Nielsen Q4 2023 menemukan sekitar 33% warga di wilayah survei memiliki pandangan positif terhadap diare. Menurut mereka, diare adalah tanda anak akan memiliki kemampuan baru, seperti berjalan atau berdiri, atau tumbuh gigi. Kalau tidak salah ingat, nenek kakek di kampung dulu menyebutnya ngenteng-ngentengin. Entahlah, mungkin dipikir, karena diare, banyak kotoran terbuang, kemudian tubuh jadi ringan dan anak jadi mudah berdiri atau berjalan. Makanya, katanya, tidak perlu khawatir tapi justru bergembiralah.

Survei yang sama juga menemukan 93% warga di wilayah survei memiliki pandangan negatif terhadap diare. Di antaranya, mereka memandang diare adalah tanda masuknya bibit penyakit atau makanan yang salah ke tubuh anak.

33% + 99% = 132%? Lho?

Iya, pertanyaan yang disampaikan ke warga adalah pertanyaan terbuka: menurut Anda, apa artinya kalau seorang anak kecil mengalami diare, mencret atau buang air besar cair?

Ternyata cukup banyak warga memiliki pandangan mix alias campur negatif atau positif. Lengkapnya, prosentase warga memandang diare negatif adalah 67%. Campuran, negatif dan positif = 27%. Sementara, yang hanya memandang diare positif adalah 6%.

Apa implikasinya bila orang memiliki pandangan positif terhadap diare?

Di atas kertas, bila orang memiliki pandangan positif terhadap diare, meski tidak murni karena bercampur pandangan negatif, maka sulit berharap aksi segara menangani diare anak.  

Saat anak mengalami diare, orang tua tidak buru-buru mengambil tindakan alias menunda sambil berpikir: jangan-jangan anak mau berdiri, jalan atau ngomong. Makanya, tak jarang dijumpai anak sudah dalam kondisi dehidrasi berat saat dibawa ke Puskesmas. Kematian banyak terjadi gara-gara terlambat penanganan.

Apa mesti kita lakukan?

Secara programatik, khususnya dari perspektif komunikasi, pandangan positif terhadap diare mesti dikikis habis. Edukasi mesti menyasar jantung perilaku bermasalah. Jangan hanya menargetkan peningkatan pengetahuan dan kesadaran keluarga (termasuk ayah)/pengasuh dan masyarakat umum tentang deteksi dini tanda dan gejala pneumonia dan diare pada anak (mengutip Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Pneumonia dan Diare 2023-2030). Rasanya semua orang tua sudah tahu tanda diare: buang besar cair, meski mungkin belum tentu tahu frekuensinya 3x atau lebih.

Ucapan nenek kakek kita dulu ternyata masih berlaku. Tidak pada semua orang, memang. Hanya 33% orang. Masalahnya, 33% itu adalah warga di 6 kota besar di Indonesia (Medan, Jabodabek, Bandung, Semarang, Subaraya, dan Makassar). Jangan-jangan di wilayah lain lebih tinggi?

WTC 2, 4 Maret 2024 - RR