
Introvert menjalankan KAP?

Munggahan Jumat lalu (28/2/25) diisi dengan sesi kuliah bersama mahasiswa S2 Ilmu Gizi FKM Unhas via zoom. Setelah menyampaikan sejarah, latar belakang, kerangka teori dan sejumlah teknik-teknik KAP, ruang diskusi dibuka.
Di antara sejumlah pertanyaan, muncul yang terkesan personal tapi mengingatkan salah satu alasan disusunnya KAP.
“Saya orangnya introvert. Bagaimana orang seperti saya bisa jadi edukator kesehatan yang baik?”
Kebetulan.
KAP tidak berpusat pada edukator tapi pada warga. Makanya, salah satu nilainya adalah partisipatif. Yang mesti ngomong banyak adalah warga. Bukan edukator.
Edukator lebih banyak mendengarkan cerita atau pengalaman warga. Untuk itu, edukator mesti sering bertanya.
Dan bertanyanya bukan bertanya abstrak-analitik-sulit-sulit tapi lebih bertanya terkait pengalaman keseharian, yang kemungkinan besar mudah direspon warga.
Agar cocok, mode mental-nya mesti di-set sebagai pembelajar. Bukan sebagai sumber atau pusat informasi.
Itu mode yang ringan alias tidak membebani mental (karena tidak perlu tampil keren dan pintar. Santai saja. Namanya juga sama-sama belajar. Bahkan kalau sesama warga bisa menjelaskan, edukator boleh melipir, kok).
Ringkasnya, orientasinya terletak pada warga.
Makanya, bahasa pun perlu disesuaikan. Tidak perlu hafal istilah-istilah sulit beserta definisinya yang presisi atau state of the art dari ilmunya. Cukup siapkan cerita-cerita mudah, dengan perumpamaan-perumpamaan.
Edukasi pada sejumlah warga sekaligus atau kelompok justru lebih mudah karena
- lebih menyenangkan dengan permainan-permainan yang membuat orang tertawa gembira,
- lebih banyak warga sehingga lebih banyak peluang saling mengajari di antara warga, sehingga
- kerja edukator lebih santai sambil ikut bergembira.
Tapi, bagaimana kalau kita introvert?
Justru tidak apa-apa dan kadang lebih bagus karena secara alamiah saja kita tidak mau jadi pusat.
Condet, 3 Februari 2025 - RR