Program Inovasi Edukasi Kesehatan

KAP Action-Oriented Training


 
KAP Action-Oriented Training

ToT atau Pelatihan untuk Pelatih KAP mengambil model Pelatihan Berorientasi Aksi. Yang dimaksud di sini adalah aksi komunikasi lapangan. Ini berarti selama pelatihan partisipan melakukan aksi-aksi komunikasi lapangan, baik mengedukasi warga maupun melatih kader-kader Posyandu.

 

Sebagai ilustrasi, dari 3 angkatan (Tangerang Selatan  2x dan Banjanegara), diperoleh statistik sbb.

 

Jumlah partisipan ToT : 70 orang

Jumlah interaksi : 1747 orang (terdiri dari:)

Jumlah kader terlatih : 959 orang

Jumlah warga teredukasi : 788 orang

 

Pelatihan berorientasi aksi juga dilihat pasca-pelatihan. Dengan kata lain, apakah partisipan melakukan aksi komunikasi sepulangnya ke tempat masing-masing?

 

Sebulan sejak penyelenggaraan Angkatan #1  (awal Agustus 2023), diperoleh statistik aksi pasca-pelatihan dari 70 alumni ToT, sbb.

 

Jumlah interaksi : 4675 orang (terdiri dari:)

Jumlah kader/ nakes terlatih : 1165 orang

Jumlah warga teredukasi : 3510 orang

 

Jumlah total warga yang diedukasi, 3510 orang, adalah hasil aksi 70 alumni ToT dan tidak termasuk warga yang diedukasi oleh 1165 orang (kader/ nakes) yang telah dilatih 70 orang itu. Total warga yang sesungguhnya telah diedukasi, termasuk oleh 1165 komunikator, tidak dimungkinkan dengan skema aksi dan pelaporan mandiri yang digunakan. 

 

Sejauh ini, terdapat pembelajaran penting yang diperoleh, yaitu:

 

1. Profil partisipan itu penting. Partisipan yang sehari-harinya berurusan dengan pelatihan kader atau edukasi warga akan jauh lebih aktif beraksi pascapelatihan. Karenanya, rekrutmen terbuka dan seleksi pendaftar menentukan profil yang lebih pas ketimbang proses penunjukkan atau delegasi. 

 

2. Pengembangan komunitas tak kalah penting. Interaksi antarpartisipan (alumni) perlu terus dikembangkan pascapelatihan agar tetap terjalin hubungan baik, sikap tolong menolong, berbagi pengalaman, teknik, maupun informasi. Rasa komunitas inilah yang dapat saling memotivasi agar tetap mengasah kemampuan beraksi di lapangan. Dalam metode KAP ini penting karena para pelatih bukan pelaksana modul tapi justru orang yang akan mengembangkannya lebih lanjut.

 

3. Pengakuan sosial perlu ditunjukkan. Status pelatih KAP kelihatannya memberi kebanggaan tersendiri. Apalagi saat ini jumlahnya terbatas. Untuk itu, pengelola program dapat memberi banyak ruang pada para pelatih alumni untuk unjuk diri. Misalnya, dengan invitasi melatih di komunitas/ wilayah berbeda, menjadi narsum, publikasi teknik/ metode yang dibuatnya, atau publikasi profilnya.

 

4. Continues support mesti ada. Interaksi antara pengelola program dan partisipan mesti berlanjut pascapelatihan. Pengelola program mesti bisa menunjukkan dukungan lanjutan. Misalnya, berupa pendekatan, teori metode, teknik, skenario, atau alat bantu baru. Toh, dalam metode KAP, semuanya mesti terus dikembangkan. Tidak ada harga mati.

 

WTC, 20 September 2023 - RR