Program Inovasi Edukasi Kesehatan

KAP Fasilitasi Bapak-Bapak


 
KAP Fasilitasi Bapak-Bapak

“Waktu datang ke mesjid, kami ditanya: ini acara apa? Kenapa bapak-bapak saja yang diundang? Bukannya kalau kesehatan itu urusan ibu-ibu?”

Pertanyaan-pertanyaan semacam itu didapat sebagian besar peserta praktik Pelatihan KAP Fasilitasi Kelompok Bapak. 

Peserta pelatihan berjumlah 27 kebetulan juga lebih banyak perempuan. Hanya dua laki-laki.

Asalnya beragam. Satu provinsi diwakili 2-3 orang. Ada yang dari Aceh sampai Papua. Kebanyakan nakes Puskesmas, Dinkes Kota Kab, dan Provinsi. Tiga orang dari kampus dan satu orang dari LSM.

Mulai berlatih di kelas Minggu siang (28 April), peserta bergerak ke lapangan Senin malam (29 April). Bergerak selepas maghrib, meliuk-liuk di gang-gang Babakan Pasar, Kota Bogor. Kampung padat penduduk di bawah pasar, tepatnya di pinggir sungai. 

Tapi yang buat banyak peserta khawatir adalah bapak-bapaknya. Apakah mereka mau diajak dialog dan beraksi di urusan kesehatan? Di sisi lain, tak sampai 1/5 total peserta pernah memfasilitasi kelompok khusus bapak. Itu pun di jam kerja & lokasi formal.

Sekarang dikerjakan malam-malam. Informal. Di kampungnya sendiri. Bahkan di tempat ngumpulnya langsung seperti mesjid, rumah, pojokan atau lainnya. 

Bedua atau bertiga “menghadapi” 15 bapak-bapak. Belum lagi, konsentrasi bapak-bapak bakal terganggu semifinal Indonesia vs. Uzbekistan pukul 21.00.

Kebanyakan peserta mulai beraksi 7.30 malam. Tiga puluh menitan berselang, WAG peserta pelatihan ramai posting wajah-wajah ceria. Bapak-bapak bercerita, bermain, bahkan bernyanyi. Ada pula yang mendiktekkan ikrar ke Posbindu. Kalimat per kalimat, komitmen periksa kesehatan.

“Ternyata bapak-bapak mau juga diajak cerita, main-main, atau nyanyi-nyanyi.” 

“Senang seperti anak kecil.”

“Malah minta kumpul lagi!”

Kelihatannya gender di urusan kesehatan kental prasangka. Karena kalau dicoba, sebetulnya bapak-bapak mau juga diajak ikutserta.

Dengan catatan, pendekatannya pas. Kalau kurang pas, bisa jadi yang muncul ego bapak-bapak.

KAP menekankan prinsip harmonis. Alih-alih berkonfrontasi dengan “posisi laki-laki”, KAP lebih memanfaatkan ego laki-laki. Juga apresiatif alias melihat kekuatan/ kelebihan laki-laki di urusan kesehatan ketimbang kekurangannya.

Model fasilitasi mencakup 1) dialog untuk mengembangkan konteks, 2) proses divergensi (pendapat dan cerita), 3) mutual understanding, dan 4) konvergensi (termasuk komitmen aksi).

Itu di atas kertas. Di lapangan, semua diterjemahkan jadi obrolan, cerita, nyanyian atau permainan. 

Amore Pejaten, 1 Mei 2024 - RR