Program Inovasi Edukasi Kesehatan

KLB sebagai momentum pembelajaran


 
KLB sebagai momentum pembelajaran

KLB (Kejadian Luar Biasa) adalah momen penting pembelajaran bagi manusia. Dengan catatan, bila memang dimanfaatkan untuk mengubah perilaku. 

Contohnya bencana Tsunami seabad lalu atau sekitar 1907 yang menghantam Pulau Simeulue. Separuh penduduknya menjadi korban. Begitu tragis sehingga sehabis bencana para budayawan lokal menyusun cerita smong (istilah lokal untuk menggambarkan tsunami).  

Cerita smong masuk dalam kumpulan cerita masa lalu bernama nafi-nafi, yang menjadi budaya tutur yang hidup di masyarakat.

Cerita smong diteruskan mulut ke mulut dari orang tua ke anaknya. Sebagai pengantar tidur atau cerita-cerita di keluarga. Juga setelah kegiatan bermakna, termasuk setelah panen cengkeh, selepas salat Magrib dan membaca Al-Quran.

Cerita smong mengandung pelajaran tentang bagaimana runtutan dan kedasyatan tsunami yang membantu warga mempertahankan memori tentang tsunami dan bagaimana menghindari bahayanya (gempa kuat, air laut surut, ikan-ikan tampak berserakan dan menggiurkan…tapi orang jangan ambil nanti tidak sempat menyelamatkan diri).

Sewaktu tsunami berulang 1 abad kemudian (2004), warga Pulau Simeuleu masih ingat. Gempa dasyat yang dialami pagi-pagi dan ikan-ikan yang berserakan di pantai setelah itu, justru memicu warga segera menyelamatkan diri.

Dari 70 ribu penduduk, korban yang meninggal dilaporkan kurang dari lima orang. Jumlah yang sangat amat kecil dibanding prosentase tahun 1907.

Bencana ternyata bisa menjadi momen pembelajaran, kalau memang didesain begitu.

Upaya edukasi inovatif dimulai selepas bencana. Belajar dari Simeulue, kita bisa membuat produk budaya tutur seperti lagu, dongeng, cerita, pantun, puisi, permainan, dan lain-lain. Lalu kenalkan pada jajaran komunikator seperti para tokoh di masyarakat, seperti tokoh agama, perempuan, muda dll. Lalu, ajak mereka teruskan ke komunitas-komunitas dan orang tua.

Ajak orang tua menyampaikan ke anak-anak di keluarga. Pada para tokoh, ajak mereka memainkan ke kegiatan-kegiatan komunitas, termasuk kegiatan keagamaan, sosial, seni, dan budaya.

Lalu lembagakan agar menjadi “mainan” wajib saat membuka, menutup atau di dalam kegiatan. 

Dengan begitu, budaya tutur akan bertahan lebih lama dibanding produk fisik, yang lekang cuaca dan usia.

Di jaman teknologi maju saat ini, budaya tutur dapat diamplikasi dengan beragam moda komunikasi, termasuk media sosial dan media massa.

Intinya, KLB, termasuk COVID-19, Polio anak, dll, bisa dijadikan momentum belajar. Dengan catatan, kalau didesain begitu (bukan cuma diakhiri dengan selebrasi).

WTC 2, 22 April 2024, RR