Program Inovasi Edukasi Kesehatan

Masalah Perilaku dalam TBC: Perorangan & Sosial


 
Masalah Perilaku dalam TBC: Perorangan & Sosial

TBC adalah masalah besar bagi Indonesia. Besar juga kronis. Terbukti rangking Indonesia berkutat di 3 besar di antara negara-negara berdasarkan beban masalah TBC. 

Sisi demand termasuk dimensi yang perlu diperhatikan. Layanan pemeriksaan tersedia namun bila orang tidak mau periksa, tentu sia-sia. Obat gratis tapi kalau pasien tidak mau minum, juga percuma.

Sisi demand sebetulnya cukup kompleks. Kita sering melihat sisi demand hanya pada sisi perilaku perorangan (orang tidak mau periksa, tidak mau mulai minum obat, tidak mau meneruskan, dll.). 

Padahal, perilaku selalu memiliki dimensi sosial. Apalagi untuk masalah perilaku kronis, seperti TBC, dimensi sosialnya pasti kental.

Dalam masalah TBC, stigma merupakan salah satu faktor serius. Stigma membuat orang menolak status positif TBC atau menolak didatangi. Mereka takut ketahuan. Tenaga kesehatan juga menyadari itu, makanya TBC disarukan dengan istilah seperti flek atau lainnya.

Intervensi mesti sejalan dengan kompleksitas perilaku itu. Masalah-masalah demand TBC tidak bisa hanya berkutat di hambatan perilaku perorangan (individual), misalnya dengan meningkatkan kecakapan KAP komunikator (nakes, kader, pendamping) dalam edukasi dan persuasi, namun juga mesti melunturkan stigma.

Stigma bukan urusan di tingkat perorangan tapi di komunitas. Intervensinya jelas berbeda. Untuk perilaku perorangan, seperti minum obat tuntas, isunya seputar membangun rasa saling percaya, membangun pemahaman, memotivasi, membiasakan atau lainnya. 

Sementara, untuk stigma, isunya terkait dengan pemahaman bersama, kekuasaan (karena ada pihak-pihak yang memproduksi, mempertahankan, dan mengikuti norma), kegiatan atau perilaku yang menyokong norma, dan lain sebagainya. Makanya, strategi untuk mengajak orang minum obat tuntas tidak bisa diterapkan untuk melunturkan stigma.

Lantas, bagaimana caranya melunturkan stigma?

Ini yang perlu mulai dikaji dan dikembangkan. Tidak berbeda dengan intervensi perilaku perorangan, yang metode-metodenya masih perlu dikembangkan.

WTC – 15 Mei 2024 - RR