
Memanfaatkan persamaan perilaku negatif untuk edukasi

Persamaan, termasuk dalam perilaku negatif, dapat membangun kepercayaan, kemudian membuka jalan bagi persuasi. Mungkin terdengar kurang elok tapi sebetulnya lumayan ampuh menyasar isu sensitif. Berikut contohnya.
Budi : Jadi, bagaimana paru-paru saya, Dok?
Dok Amru : Kayaknya, sama seperti saya.
Budi : Maksudnya?
Dok Amru : Mas Budi perokok berat, ya?
Budi : Iya.
Dok Amru : Saya juga.
Budi : Lho, Dokter merokok?
Dok Amru : Iya, he he he. Sulit sekali berhenti.
Budi : He he he. Saya juga, Dok.
Dok Amru : Saya sih baru bisa mengurangi. Dari 2 bungkus sehari jadi ½ bungkus.
Budi : Wah, gimana itu caranya, dok?
Dok Amru : ……. (menceritakan teknik-teknik mengurangi adiksi rokok)
Persamaan perilaku negatif membuat komunikasi lebih nyaman. Orang merasa tidak disalahkan. Tidak merasa terpojok akibat perbuatan, yang dari sudut pandang kesehatan dinilai kurang baik. Hasilnya, orang pun mau membuka diri dan mendengarkan.
Bagaimana bila kita tidak memiliki persamaan perilaku dengan warga yang dilayani?
Kita bisa gunakan orang lain tapi yang dekat, yang dipandang menempel (attached) dengan kita, seperti suami/ istri, anak, atau kakak adik. Misalnya,
Dok Nae : Istri saya juga susah banget berhenti merokok.
Dea : Oh, istri dokter merokok?
Dok Nae : Iya, sejak kuliah. Padahal dokter.
Dea : Tapi ga apa-apa paru-parunya? Sehat?
Dok Nae : Ya, nggak juga. Sama seperti Bu Dea.
Dea : Oh…
Dok Nae : Makanya, sekarang dia mengurangi saja. Bisa drastis, sih.
Dea : Oh. Gimana itu caranya, Dok?
Dok Nae : ……. (menceritakan teknik-teknik mengurangi adiksi rokok)
Dengan menggunakan persamaan perilaku (negatif) orang-orang terdekat, warga tidak merasa dipojokkan. Lha, iya. Dokternya sendiri menyayangi orang-orang yang berperilaku negatif itu, kan?
WTC-2, 14 Februari 2025 - RR