
Menandingi Omongan Dengan Omongan

Emang ada dokumen tertulis, semacam berita acara hasil musyawarah warga, yang memutuskan orang TBC harus dijauhi? Ada dokumen tertulis yang mengajarkan bahwa anak diare adalah ngenteng-ngentengi? Bahwa anak sebentar lagi bisa jalan? Tumbuh gigi?
Dicari kemanapun dokumennya tidak ada. Yang ada hanya obrolan. Omongan yang menyebar dari orang ke orang. Tidak di acara formal tapi di keseharian.
Ini namanya stigma, norma, atau apapun yang menyebar dari mulut ke mulut dan menjadi tuntunan yang turun temurun melalui omongan.
Menghadapi omongan atau oral tidak bisa dengan bentuk-bentuk tertulis. Mesti ditandingi dengan omongan juga. Dengan begitu, pertandingan terjadi di lapangan yang sama.
Ini yang dipelajari di Puskesmas Tebet bersama 40 rekan nakes dari Puskesmas-Puskesmas di Jakarta Selatan (19-20 Agustus 2025). Hari pertama fokus di topik TBC. Sementara, hari kedua seputar perilaku pencegahan stunting.
Karena lapangan pertandingannya adalah omongan atau oral, berarti kita mesti menyusupkan omongan, cerita, atau rumpian baru. Omongan itu mesti bisa jadi omongan keseharian. Makanya, bentuk yang diambil adalah cerita dan perumpamaan yang mudah dipahami dan diceritakan ulang.
Agar orang-orang hafal poin-poin cerita atau perumpamaan baru, kita ajak mereka bernyanyi bersama. Bukan sekali dua kali tapi enam kali. Orang lebih hafal dengan repetisi. Orang tambah hafal dengan kalimat berima dan berirama. Setelah menyanyi, pesan dibahas dan dielaborasi. Lengkapnya, orang dibuat hafal dengan cerita dan perumpamaan (yang dapat dibayangkan), repetisi, irama, rima, dan elaborasi.
Selanjutnya, orang-orang yang hafal pesan diharapkan akan mengobrolkan ke orang-orang lain. Harapannya, terbentuk omongan baru yang dapat menandingi omongan yang ada.
Tebet, 19 Agustus 2025 – RR (Forum KAP/ VA)