
Menghadapi orang yang meremehkan

Adakalanya kerja edukator kesehatan menemui kendala. Salah satunya, warga yang meremehkan. “Tahu apa sih bu kader ini?”; “Bu Bidan kan belum pernah melahirkan, mana bisa ngajarin?
Bagaimana menghadapi orang-orang seperti itu?
Sebelum memikirkan orang lain, periksa dulu diri sendiri. Apakah emosi terpicu?
Segera namai perasaaan yang berlangsung. “Kayanya saya tersinggung ini”; ”Rasanya saya marah”; “Saya merasa sedih” atau lainnya.
Menamai perasaan penting agar dapat mengendalikan perasaan sehingga tak mempengaruhi perilaku lebih lanjut.
Setelah itu, buat dialog dalam hati untuk menimbang langkah selanjutnya. Pilihannya, antara lain:
1) reframing fokus: alihkan fokus perhatian. Alihkan perhatian yang nyeletuk. Fokus saja pada orang yang terlihat memperhatikan dan menghargai.
2) reframing re-interpretasi: abaikan pikiran bahwa orang-orang itu hendak meremehkan kita. Tapi, pikirkan situasi lain. Mungkin mereka sedang menghadapi kesulitan yang belum ada jalan keluarnya? Mungkin bermasalah dengan suaminya? Atau lainnya.
3) lupakan dengan ice breaking. Lanjutkan proses edukasi sebentar, lalu ambil rehat dengan satu permainan menyenangkan. Buat semua orang, termasuk kita sendiri, tertawa-tawa.
4) tiga hal di atas dilakukan saat kita tak punya cukup energi. Kalau mental mantap, edukator bisa mengkonfrontasi orang itu dengan gaya KAP.
Agar tidak ada gesekan, responnya mesti bernuansa bercanda.
“Tahu apa? Tahu sumedang. Tahu gejrot. Tahu isi. Tahu bulat? Digoreng dadakan?”
“Jangan salah. Saya punya pengalaman persalinan. Pengalaman langsung. Tangan pertama. Dulu waktu ibu saya melahirkan saya.”
Selanjutnya, edukator bisa melempar pertanyaan mudah dijawab agar mereka yang nyeletuk mudah menjawab. Tanggapan itu kemudian diapresiasi agar orang merasa senang karena dihargai.
Karena merasa dihargai, orang-orang termotivasi membalas (dengan mendengarkan edukator). Nah, setelah itu, silahkan lanjutkan proses edukasi.
Bidakara, 29 November 2024 - RR