Program Inovasi Edukasi Kesehatan

Model Komunikasi dan Agenda Global


 
Model Komunikasi dan Agenda Global

Model-model komunikasi perubahan perilaku sebetulnya mengikuti agenda global, yang di dalamnya berisi nilai dan kepentingan. Jadi, baiknya jangan naif melihat model sekedar model. 

Coba kita runtut perkembangan komunikasi perubahan perilaku, khususnya dari jaman orde baru-nya pak Harto. (Catatan: di jaman di orde lama, pak Sukarno, agenda global ditolak mentah-mentah).

Di jaman orba tema sentralnya adalah modernisasi. Istilah lokalnya adalah pembangunan. Makanya, disebut komunikasi pembangunan. 

Model komunikasi pembangunan mengikuti pola kekuasaan yang dibangun aktor dalam negeri dan pendukungnya (= barat), yaitu sentralisasi kekuasaan (otoritarian). Model dipilih demi menjalankan pembangunan yang cepat.

Model komunikasi pun jadi sentralisasi, top down. Intervensinya heavy di media massa dan media cetak. Suara pusat. Suara warga diabaikan. Warga hanya diminta melu (ikut). Warna koersi - pemaksaan jelas terlihat. Tak ikut KB, tak bisa urus surat-surat dll.

Model sentralisasi menggilas budaya lokal. Termasuk agama. Ini sejalan dengan paham modernisasi, yang bertujuan mengganti/ mengubah semua yang tradisional. Bukan hanya bangunan fisik tapi juga budaya, nilai, norma di masyarakat, mengikuti contoh di barat sana. Makanya, kalau lihat kakak-kakak kita di era 70an – 80an, budaya barat terlihat mencolok pada gaya pakaian, rambut dll.

Di tahun 90an, agenda global berubah, entah mungkin sentralisasi kekuasaan tidak lagi mendukung  perluasan “pasar” mereka atau menguatnya tekanan lokal. Temanya menjadi partisipasi masyarakat/ demokratisiasi. Makanya, keberanian komunikasi warga, khususnya yang lemah ekonomi dan bersebrangan politik, dikuatkan. Forum-forum partisipasi dibuka. Modelnya menjadi komunikasi partisipatif. Keruntuhan rejim orba di akhir 90an terkait dengan arus penguatan warga, yang di dalamnya ada kontribusi komunikasi partisipatif.

Di tahun 2000an awal model komunikasi partisipatif masih berlaku, mungkin untuk menguatkan warga atau semakin mendesentralisasi kekuasaan. Tapi meredup menjelang 2020 ini. 

Seiring dengan itu, di global (= barat) gelombang pelangsingan peran pemerintah semakin kuat. Kalau sebelumnya pemerintah mengambil banyak peran dalam layanan atau pembangunan, dalam tema yang baru, peran itu banyak dialihkan ke swasta atau  organisasi nonpemerintah. Di sini metodologi perubahan perilaku didukung model-model seperti nudge atau behavior science intervention (BSI), yang fokus pada perubahan lingkungan, yang sederhana dan hemat.

Beriringan dengan itu di tingkat global menguat tema penguatan kelompok minoritas, termasuk etnis, agama, orientasi seksual, dll. Karenanya, ruang partisipasi dikerucutkan pada individu-individu sebagai manusia, bukan wakil masyarakat. Pusatnya adalah manusia. Jadi, yang penting adalah suara, pandangan, dan pengalaman manusia. Entahlah, mungkin gerakan ini yang mendorong model yang berpusat pada manusia? Yang jelas, kalau nudge dan BSI didukung jajaran pemerintah (barat), maka satu hal baru terjadi, model berpusat manusia didukung filantropis (non pemerintah). 

Kalau nudge dan BSI eksplisit menyatakakan agendanya (pelangsingan pemerintah), agenda organisasi filantropik perlu dipelajari. Seperti lalu-lalu, biasanya jelas setelah implementasi intensif. 

Jogjakarta, 8 Desember 2023 - RR