Persuasi dengan berapa sisi?

 
Program Inovasi Edukasi Kesehatan

Persuasi dengan berapa sisi?


 
Persuasi dengan berapa sisi?

Dalam mempersuasi orang lain komunikator menyampaikan argumen. Secara teoritis, pilihannya dua macam, yaitu model komunikasi satu sisi (one sided) dan dua sisi (two sided).  Satu sisi maksudnya komunikator menyampaikan argumen pilihannya, tanpa menyinggung pendapat pihak lain. Dua sisi maksudnya komunikator menyampaikan pendapat kedua belah pihak, baik yang dia dukung maupun kontra. Akhirnya, dia memenangkan argumen pilihannya.

Misalnya, kalau sekelompok orang tua tidak mau mengimunisasi anaknya dengan alasan tidak halal menurut fiqih tertentu, maka komunikator dapat menyampaikan skenario pesan sbb.

Satu sisi: Komunikator menyampaikan keputusan MUI bahwa imunisasi itu boleh atau halal. Tanpa menyinggung pandangan dan argument ketidakhalalan dari pihak lain.

Dua sisi: Komunikator menjelaskan fiqih tertentu membandingkan, menunjukkan kelemahan lawan, dan memenangkan Keputusan MUI dengan alasan-alasan tertentu.

Menurut riset, model komunikasi satu sisi persuasif bagi orang yang memang sudah sepikiran dengan komunikator. Dalam contoh di atas, kalau orang tua cenderung mendukung imunisasi, maka argumen satu sisi akan semakin menguatkannya.

Namun, model satu sisi tidak dapat berbuat banyak pada orang yang memiliki pandangan berbeda.

Yang lebih efektif adalah model komunikasi dua sisi. Jadi, sampaikan kedua sisi lalu menangkan sisi yang dipilih. 

Bagaimana dengan model KAP? Apakah menggunakan salah satu dari dua model di atas?

KAP memilih nonkonfrontatif. Artinya, tidak ingin berhadap-hadapan atau melemahkan argumen pihak lain. Pilihannya malah sikap apresiatif. Artinya, ketimbang mencari kelemahan, komunikator disarankan mencari hal positif, kelebihan pihak lain. Terutama, hal positif dari orang itu. Setelah itu, baru sampaikan pendapatnya. Itu pun dengan perumpamaan logis. Bukan dalil, teori, atau data. 

Jadi, kepada orang tua yang menolak anaknya diimunisasi MR, pertama komunikator perlu mendengarkan untuk menghargai dan mengembangkan apresiasi (tulus). Lempar perumpamaan.

“Bapak ibu ini perhatian sekali dengan anak ya. Cermat dan hati-hati. Membentengi anak agar tubuhnya tidak kemasukan bahan tidak halal. Bagus itu. Perlu diacungi jempol. Nah terkait kehalalan, mohon ijin saya ingin menceritakan pengalaman ditanya seseorang. Budi, telur ayam itu kalau keluar dari itunya ayam apakah mengandung najis atau sesuatu yang tidak halal untuk dimakan? Ada ee ayam kan ya? Apakah kamu makan ee itu? Tentu tidak karena sudah dibersihkan sebelumnya. Jadi telur yang kita rebus dan makan sudah bersih dari ee ayam. Nah, demikian pula dengan vaksin MR. Kandangnya memang menggunakan bahan yang belum halal, sama seperti vaksin Meningitis yang digunakan oleh saudara atau orang tua kita umroh atau haji. Kalau tidak, mereka tidak boleh masuk tanah suci, kan? Meman gada najisnya  tapi apakah masuk ke tubuh orang yang divaksinasi? Tentu tidak karena seperti ayam tadi, najisnya sudah dibersihkan sehingga vaksin MR tidak manganung zat najis di dalamnya.”

Apresiatif agar dua belah pihak tidak kena mental tapi malah merasa sama-sama senang.

WTC 2 – 17 Januari 2024 - RR