
Pesan komunikasi: Tidak boleh menang sendiri

“Adik-adik, TTD ini penting supaya nanti anakmu tidak stunting. Supaya organ otaknya berkembang maksimal. Ingat, cegah stunting itu penting.”
Seorang petugas berdiri di depan sekumpulan remaja putri menjelaskan tentang pentingnya TTD. Hmm, hanya karangan saja.
Seumur-umur baru sekali mendengar cerita semacam itu. Kebanyakan petugas tidak “menjual” anak stunting pada remaja-remaja putri dalam persuasi mereka.
Bukannya tidak percaya omongan petugas kesehatan akan manfaat minum TTD bagi kesehatan anaknya, yang lahir entah nanti kapan, tapi tawaran manfaat itu tidak penting bagi remaja putri saat ini. Dipikirkan saja tidak.
Ini yang membuat tawaran manfaat semacam itu tidak menggugah mereka bersikap positif. Mungkin Ajzen & Fishbein, yang buat teori TRA atau The Reasoned Action akan bilang , “Percaya tapi ga ada urusan, tuh.”
TRA yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Ajzen menjadi TPB (Theory of Planned Behaviour) mengingatkan komunikator agar menyusun pesan jangan cuma dari kacamata orang kesehatan atau clinical. Karena belum tentu apa yang dianggap penting oleh orang kesehatan dianggap penting oleh warga.
Teringat 15 tahun lalu pernah bantu-bantu kegiatan lapangan vitamin A. Bukan yang dibagi di Posyandu setiap Februari dan Agustus tapi yang difortifikasi ke minyak goreng. Minyak goreng curah, bukan yang kemasan.
Para ahli menghendaki orang tua diedukasi agar paham bahwa vitamin A penting untuk kesehatan mata anak. Mencegah rabun senja. Agar saat perubahan lingkungan dari terang ke gelap, mata tetap tokcer. Untuk cegah kekeringan selaput lendir mata dan lain sebagainya.
Dan memang benar, secara kesehatan, vitamin A berperan besar untuk kesehatan mata anak.
Yang jadi persoalan, urusan kesehatan mata (waktu itu) bukan perhatian orang tua. Tidak jadi masalah di komunitas maupun di kebanyakan individu. Jadi, tidak bisa “dijual”.
Sekali lagi, bukannya warga tidak percaya manfaat vitamin A semacam itu, tetapi yang “dijual” mesti yang dipandang penting. Yang relevan. Makanya, yang dimunculkan adalah manfaat agar anak tidak mudah sakit. Orang tua kan tidak mau anaknya sedikit-sedikit sakit, sedikit-sedikit sakit. Selain repot, tentu tidak tega.
Jadi, dalam komunikasi perubahan perilaku, kacamata yang dipakai mesti double. Dari para ahli dan khalayak alias warga sendiri. Mesti kompromi. Cari pesan yang berinterseksi. Tidak boleh menang sendiri.
Nah, itu sebagian pelajaran dari TPB. Detailnya kita lanjutkan di Forum Kemisan, ya. Kamis 5 Oktober 2023 pukul 13.00 – 14.00. Ini link-nya https://s.id/forumkemisan
Jember, 5 Oktober 2023 - RR