Program Inovasi Edukasi Kesehatan

Strategi Pesan Kurangi Stigma TBC


 
Strategi Pesan Kurangi Stigma TBC

Setelah mencoba-coba skenario hipotetif bersama ibu-ibu kader di Rawa Buntu, Tangerang Selatan (24/5/25), dihasilkan revisi strategi pesan mengurangi stigma TBC sbb.

  1. Pesan dalam 3 tahap percakapan 
  2. Validasi/akui ketakutan dan sumber ketakutan warga terhadap TBC. Tujuannya adalah untuk membuka dan memperlancar percakapan.
  3. Selipkan/kenalkan cerita-cerita baru sambil membahas cerita yang telah beredar di masyarakat. Cerita-cerita baru diposisikan sebagai lanjutan atau pendetailan dari cerita-cerita yang sudah ada di masyarakat (tidak konfrontatif) namun membuka kesempatan menyelipkan informasi baru yang menunjukkan TBC tidak semenakutkan yang dipikirkan orang. 
  4. Angkat/ tonjolkan cerita-cerita baru dalam rangka memperoleh dukungan warga.

Riilnya sbb.

  1. Setelah sesi pertama atau pemanasan (untuk membuat orang tertawa, bergembira, dan akrab), edukator bertanya, “Apa yang ada dalam pikiran warga pada umumnya saat mendengar penyakit TBC?”  (Pertanyaan pihak ke-3)
  2. Edukator mendengarkan (nyambung) untuk mengembangkan percakapan seputar hal-hal yang membuat warga takut terhadap penyakit atau orang yang sakit TBC.
  3. Di topik penularan, edukator memvalidasi penularan yang sangat mudah, yaitu melalui udara dan merinci sambil memasukan informasi bahwa saat jendela rumah terbuka atau berinteraksi di luar ruangan, kuman-kuman TBC mudah terbawa angin dan berpencar sehingga, seperti preman sendirian, tidak membahayakan bagi tubuh. Apalagi bila terkena sinar matahari, kuman mudah mati.
  4. Di topik bahaya TBC (yang mematikan, menyengsarakan, dll.), edukator memvalidasi sambil menyisipkan cerita: kuman yang masuk tak langsung membuat sakit karena ada masa berantem (masa inkubasi) antara kuman-kuman yang masuk dan para pendekar tubuh. Hasilnya, kalah, menang, dan seri. Kalau pendekar kalah, tubuh sakit. Kalau pendekar menang, tubuh tetap sehat. Kalau seri, kuman terkepung tidak bisa merusak paru tapi tidak bisa dibunuh pendekar.  Dalam kondisi seri ini, yang mungkin banyak dialami orang, TPT diperlukan.
  5. Pada topik seputar orang sakit TBC, edukator menceritakan mereka tidak terus menerus menularkan penyakitnya ke orang lain. Kalau berobat teratur selama 2 minggu (TBC reguler), kuman tidak lagi berbahaya bagi orang lain dan bila minum obat tuntas, kuman-kuman mati sepenuhnya.
  6. Setelah cukup membahas seputar TBC, edukator bertanya: Jadi, apakah TBC selalu atau 100% menakutkan? Bagaimana kalau jendela-jendela rumah terbuka lebar? Bagaimana bila mengobrolnya di luar rumah? Jadi apa yang mesti kita lakukan untuk mencegah penularan?
  7. Lanjutan pertanyaan: Kalau kita menghirup kuman TBC apakah langsung sakit? Apakah kalau sudah sakit TBC, harus berobat 6 bulan untuk TBC reguler, apakah kita selama sakit menularkan penyakit TBC? Jadi apa yang perlu kita lakukan agar orang yang sakit TBC tidak menularkan penyakitnya?”

Pesan dialirkan melalui tahapan edukasi kelompok seperti biasanya, 1) Pemanasan, 2) Bermain belajar, 3) Belajar bermain, dan 4) Kunci komitmen. Seperti biasa saja. Hanya strategi pesan percakapan saja yang berbeda.

 

 

Tangerang Selatan, 31 Mei 2025 – RR/ Forum KAP.