Tidur sangat penting untuk tumbuh kembang anak karena saat tidur, tubuh melepaskan hormon pertumbuhan, memperkuat sistem imun, serta memberi kesempatan otak untuk memproses informasi dan pengalaman baru. Tidur yang cukup juga berperan penting dalam konsentrasi, emosi yang stabil, dan kemampuan belajar anak sehari-hari.
Namun, tidur anak bisa jadi tidak selalu nyenyak dan ada berbagai tantangan tidur yang bisa muncul seiring dengan bertambahnya usia. Setiap fase usia memiliki tantangannya tersendiri, mulai dari bayi baru lahir hingga balita. Memahami tantangan tidur anak sesuai usia akan membantu orang tua menentukan langkah yang tepat untuk mendukung pola tidur sehat si Kecil.
Tantangan Tidur pada Bayi Baru Lahir (0–3 bulan)
Tidur Tidak Teratur dan Sebentar-Sebentar
Pada bayi baru lahir (0–3 bulan), pola tidur memang cenderung tidak teratur. Hal ini wajar karena siklus tidur mereka masih sangat pendek, biasanya hanya berlangsung 40–60 menit. Berbeda dengan orang dewasa yang lebih banyak berada di tahap tidur dalam, bayi baru lahir justru lebih sering berada di tahap tidur ringan. Di tahap ini, bayi bisa tampak gelisah, menggerakkan tangan dan kaki, mengerutkan wajah, bahkan terlihat seperti mudah terbangun.
Karena siklus tidurnya belum matang, bayi baru lahir sering tidur sebentar-sebentar dengan total waktu tidur bisa mencapai 14–17 jam per hari. Orang tua mungkin cemas karena pola ini terlihat seperti si Kecil tidurnya tidak teratur.
Salah satu cara mengatasi hal ini adalah dengan menerapkan eat–play–sleep routine. Caranya, setelah bayi bangun, lakukan kegiatan menyusu (eat), kemudian berikan stimulasi ringan seperti mengajak ngobrol bayi atau tummy time (play), dan setelah bayi tampak mengantuk, baru tidurkan (sleep). Pola ini membantu bayi secara bertahap mengenali urutan kegiatan sehari-hari, sehingga otaknya mulai mengasosiasikan tanda-tanda tertentu dengan waktu tidur. Dengan konsistensi, rutinitas ini bisa mendukung bayi memiliki pola tidur yang lebih teratur seiring bertambahnya usia.
Siang dan Malam Terbalik
Bayi baru lahir sering kali lebih aktif di malam hari dan lebih banyak tidur di siang hari. Hal ini terjadi karena ritme sirkadian belum terbentuk sempurna.
Ritme sirkadian bekerja dengan cara mengenali cahaya sebagai sinyal utama. Saat mata terpapar cahaya, otak menerima pesan bahwa ini adalah waktu untuk aktif dan terjaga. Sebaliknya, ketika cahaya berkurang, otak mulai memproduksi hormon melatonin yang memberi sinyal pada tubuh untuk tenang dan bersiap tidur.
Pada bayi baru lahir, ritme sirkadian masih berkembang sehingga mereka belum bisa membedakan siang dan malam. Orang tua bisa membantu proses ini dengan:
-
Paparan sinar matahari di siang hari: bawa bayi keluar rumah atau biarkan cahaya alami masuk ke ruangan.
-
Aktivitas lebih banyak di siang hari: ajak bayi berinteraksi, bermain, atau mengajak ngobrol dengan suara yang ceria.
-
Ciptakan suasana malam yang tenang: redupkan lampu, kurangi suara, dan batasi interaksi saat bayi terbangun di malam hari.
Tantangan Tidur pada Bayi (4–12 bulan)
Hanya Mau Tidur Jika Digendong atau Disusui
Kebiasaan ini muncul karena bayi membentuk asosiasi tidur. Artinya, bayi menghubungkan kondisi atau kebiasaan tertentu sebagai syarat untuk bisa tertidur. Misalnya, jika setiap kali mengantuk bayi selalu digendong atau disusui hingga tertidur, maka otaknya belajar bahwa “untuk bisa tidur, aku harus digendong atau disusui.”
Asosiasi ini bisa jadi sangat kuat karena otak bayi bekerja dengan pola repetisi, yaitu semakin sering kegiatan tersebut dilakukan, semakin melekatlah kebiasaan tersebut. Akibatnya bayi jadi mudah terbangun dan kembali mencari stimulus yang sama (digendong atau disusui) untuk bisa tidur lagi.
Untuk membantu bayi membentuk asosiasi tidur yang lebih sehat, berikan alternatif lain seperti mandi air hangat, pijat lembut, membaca buku, memutar white noise, nyanyian atau pelukan sebelum dibaringkan di tempat tidur.
Sering Terbangun di Malam Hari
Jika bayi beraktifitas terlalu lama maka ia bisa jadi terlalu lelah. Tubuhnya akan memproduksi hormon stres seperti kortisol dan adrenalin untuk tetap terjaga sebagai respon alami.
Hormon-hormon ini akan membuat bayi menjadi lebih rewel, sulit ditenangkan, dan tidur malamnya lebih pendek serta sering terputus.
Untuk mencegah hal ini, penting memastikan bayi mendapat cukup tidur siang sesuai kebutuhannya. Perhatikan pula wake windows, yaitu rentang waktu bayi dapat terjaga sebelum waktu tidur berikutnya.
Tantangan Tidur pada Balita (>1 tahun)
Sulit Diajak Tidur
Pada usia ini, anak mulai tumbuh rasa kemandirian dan dorongan untuk membuat keputusan sendiri. Bila semua hal selalu ditentukan oleh orang tua, anak bisa merasa kehilangan kendali dan akhirnya menolak instruksi, termasuk saat diajak tidur.
Memberikan pilihan sederhana bisa menjadi cara efektif untuk melatih kemandirian sekaligus membuat anak merasa dihargai. Misalnya, “Mau pakai piyama biru atau piyama hijau?” atau “Mau baca buku kelinci atau buku dinosaurus sebelum tidur?” Dengan pilihan terbatas yang ditawarkan, anak merasa ikut berperan dalam menentukan rutinitasnya.
Menolak Tidur Siang
Bila anak menolak tidur, evaluasi kegiatannya di siang hari. Kita tidak dapat memaksa anak yang tidak lelah untuk istirahat, jadi penting untuk memastikan anak aktif dan mendapatkan stimulasi yang tepat sesuai dengan usianya. Sehingga saat waktu tidur tiba, tubuhnya sudah siap beristirahat.
Di usia 3-5 tahun, ada beberapa anak tidak perlu lagi tidur siang dengan catatan, kegiatan siang hari tidak terganggu, kualitas tidur malam baik dan kebutuhan tidur hariannya tercukupi dari tidur malam.
Jika si Kecil sudah tidak perlu tidur siang, Parents bisa menerapkan quiet time atau waktu tenang. Saat waktu tenang, ajak lakukan kegiatan yang menenangkan seperti membaca, mewarnai, mendengarkan musik lembut, atau sekadar berbaring sambil bermain dengan boneka favoritnya.
***
Setiap fase tumbuh kembang membawa perubahan dalam tidur anak. Lebih dari sekadar rutinitas, tidur adalah tentang koneksi dan rasa aman yang anak rasakan dari orang tuanya. Saat kita hadir dengan empati, anak belajar bahwa tidur bukan hal yang menakutkan, tapi tempat untuk beristirahat dan tumbuh dengan tenang.
Namun, bila kualitas tidurnya mulai mengganggu kemampuan anak untuk fokus, makan, belajar, atau berinteraksi di siang hari, saatnya lakukan intervensi yang tepat. Dengan bimbingan dan pendekatan yang sesuai, tidur anak bisa kembali menjadi fondasi penting bagi tumbuh kembang dan kesejahteraannya.