Jurus Nama Menancap

Ada cerita dibalik jurus itu. Sekitar sepuluh tahun lalu saya ikutan uji coba sebuah modul gizi. Tim lapangan dilatih KAP demi memperlancar edukasi.

Saat praktik, giliran seorang nakes mengenalkan diri, “Ibu-ibu tau dong nama saya siapa? Hayo, siapa nama saya? Kan, saya sering kemari?”

Ibu-ibu balita celingukan kebingungan. Mungkin pernah lihat, mungkin juga tidak. Yang jelas, mereka tidak tahu nama nakes itu.

Ada jeda hening yang menjadi momen agak menyedihkan.

Semenjak itu keluarlah Jurus Nama Menancap yang wajib dikuasai praktisi KAP. Tujuannya agar warga hafal nama sang edukator kesehatan. Kalau hafal, mudah bagi warga berkomunikasi. Ibarat stasiun radio, kalau hafal gelombang frekuensinya, kan mudah mencari dan kemudian mendengarkan penyiarnya.

Hanya saja, seperti semua teknik KAP lainnya, Jurus Nama Menancap di-eksekusi secara halus. Tidak langsung. Tidak ketahuan. Tidak pula memaksa. 

“Ibu-ibu, tolong hafalin nama saya ya. Bidan Wati. Bidan Wati. Siapa? Sekali lagi, siapa?”

Ini namanya memaksa. 

Lakukan secara halus saja.

“Ibu-ibu perkenalkan saya adiknya Budi. Ini Budi, Itu Budi. Adiknya, Wa..? Iya Wati. Saya Bidan Wati.”

KAP menghindari proses maksa-memaksa atau mendikte, karena khawatir memicu perlawanan dalam hati. “Siapa sih ini orang? Lebay amat!”
Saat dirayu sales, kita sering mendengar dia berujar, “Kalau Wati pikir sih barang ini bagus value for money. Harganya murah tapi kualitas sama fitur, menurut Wati, bagus banget.”
Kalau itu kesannya lebay. KAP juga menghindari. Takut memicu emosi kurang nyaman juga.

Kalaupun Nama Menancap dirasa kurang, nakes atau kader bisa mencoba versi lanjutan. Tinggal buat dialog berisi nama kita.

“Kemarin juga ada bumil yang tanya. Bidan Wati – Bidan Wati, kalau kemarin lupa minum MMS, apa boleh besoknya dirapel? Ya, saya jawab…..”

Baik secara kelompok atau perorangan, usahakan warga hafal nama kita. Yang penting, jangan maksa dan lebay.

Pasar Minggu, 15 September 2025 – RR (Forum KAP/ VA)