Menjawab Pertanyaan Dengan Pertanyaan

Apakah setiap pertanyaan yang dilontarkan warga mesti dijawab?

Sebetulnya tidak selalu. Setidaknya, tidak perlu langsung dijawab.

Lho, kok bisa begitu? 

Begini. 

Kalau warga bisa memberikan jawaban sendiri, kenapa edukator kesehatan harus menjawab? 

Malah, kalau warga yang menjawab dan jawabannya benar, maka edukator tinggal memberi apresiasi. Hasilnya, warga akan senang dan ingat terus pelajaran yang diperolehnya bersama edukator kesehatan.

Contoh:
Bu Kader, kenapa ya anak kita harus makan TID? Telur ikan daging?
Hmm, kira-kira kenapa menurut Bu Ria?
Apa ada hubungannya dengan pertumbuhan?
Pertumbuhan apa?
Ya, badannya. Otaknya..?
Itu, Bu Ria hafal di luar kepala. Mantaap!

Kalau warga sebetulnya punya suatu masalah dibalik pertanyaan itu, justru kita jangan langsung menjawab. Lebih baik kita bertanya agar keluar masalah sesungguhnya.

Contoh:
Bu Kader, kenapa ya anak kita harus makan TID? 
Hmm, Bu Ria bertanya mengapa harus makan TID?
Iya, Bu Kader
Telur ikan daging?_
Iya, Bu Kader
Hmm, menarik ini pertanyaannya, bu Ria. Pasti ada sesuatu._
Iya, Bu Kader. Suami saya ga mau kasih uang buat beli telur. Malah rokok yang dibeli
Bu Ria sudah sampaikan manfaat telur bagi anak?
Sudah, Bu Kader. Saya bilang TID penting buat anak kita supaya pintar

Terakhir, kalau edukator tahu jawabannya tapi perlu waktu untuk berpikir atau mengingat, tidak ada salah untuk bertanya untuk mencuri waktu.

Contoh:
_Bu Kader, kenapa ya anak kita harus makan TID? 
Menarik nih pertanyaan Bu Ria. Mengapa anak kita harus makan TID? Siapa coba yang bisa bantu menjawab?

Nah, itu 3 contoh tidak menjawab warga (tapi ada manfaatnya). Intinya, pertanyaan warga tidak selalu harus dijawab langsung. Apalagi kalau kita tidak tahu.

Kalau kita tidak tahu, jujur saja. Bilang saja itu hal baru yang belum kita ketahui jawabannya. Bilang juga nanti kita akan tanya pada narasumber yang mungkin tahu jawabannya.

Sunter, 28 Mei 2025 - RR