Rodensia atau hewan pengerat memiliki peran utama dalam penularan penyakit seperti leptospirosis dan pes. Salah satu penyakit zoonosis berbahaya lainnya yang juga disebarkan oleh rodensia, namun belum banyak dikenal oleh masyarakat adalah penyakit virus Hanta. Penyebab penyakit virus Hanta adalah virus dari genus Orthohantavirus. Tikus dan celurut menjadi reservoir utama penyakit ini. Jenis tikus yang terkonfirmasi sebagai reservoir virus Hanta di Indonesia adalah Rattus norvegicus (tikus got) dan R.tanezumi (tikus rumah). Jenis tikus lain yang menjadi reservoir adalah R. tiomanicus (tikus belukar), R.exulans (tikus ladang), R. argentiventer (tikus sawah), Mus musculus (mencit rumah), Bandicota indica (tikus wirok), dan Maxomys surifer.
Keberadaan dan sebaran Orthohantavirus pada reservoir di Indonesia telah dilaporkan di berbagai wilayah dan habitat di Indonesia. Tikus yang terkonfirmasi sebagai reservoir virus Hanta merupakan jenis tikus yang dapat ditemukan di lingkungan rumah, sawah, ladang, hingga hutan, Penularan penyakit terjadi melalui kontak langsung dengan reservoir utama, ekskresinya (saliva, urin, feses) yang mengenai kulit yang luka atau membrane mukosa pada mata, mulut, dan hidung, maupun secara aerosol (debu atau partikel halus yang terkontaminasi). Hingga saat ini, penularan antar manusia belum pernah terlaporkan.
Kasus penyakit virus Hanta pada manusia masih belum banyak diketahui di Indonesia. Penyakit virus Hanta sendiri menyebabkan dua macam gejala klinis, yaitu Hemorrhagic Fever with Renal Syndrome (HFRS) dan Hantavirus Pulmonary Syndrome (HPS). Tipe HFRS tersebar luas di dunia, terutama di wilayah Eropa dan Asia, dengan masa inkubasi 1-2 minggu dan angka kematian 5-15%, sedangkan tipe HPS hanya ditemukan di Benua Amerika, dengan masa inkubasi berkisar 14 – 17 hari dan angka kematian 60%.
Strain Seoul Virus (SEOV) penyebab tipe HFRS menjadi strain virus yang paling sering ditemukan di Indonesia. Strain ini menyebabkan manifestasi klinis sedang, di antaranya demam, Sakit kepala, nyeri punggung dan perut, mual, kemerahan pada mata, dan ruam. Pada tahap lebih lanjut, dapat terjadi oliguria dan anuria, perdarahan sistem pencernaan, gangguan sistem pernafasan dan sistem saraf.
Pencegahan utama penyakit virus Hanta adalah menghindari kontak manusia dan hewan pengerat, serta mengendalikan jumlah hewan pengerat di lingkungan rumah. Beberapa pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah :
-
Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan
-
Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) (masker, sarung tangan, dan alas kaki) ketika membersihkan rumah dan lingkungan yang dilalui hewan pengerat
-
Membersihkan kotoran, urin, dan sekreta lain dari tikus dengan disinfektan
-
Tidak menyentuh hewan pengerat secara langsung baik yang hidup atau mati. Apabila kontak dengan hewan pengerat, gunakan disinfektan dan APD lengkap.
-
Melakukan pengelolaan sampah dengan benar
-
Menjaga kebersihan tangan dengan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir (40-60 detik) atau menggunakan cairan antiseptik (20-30 detik)
Penyakit virus Hanta di Indonesia perlu diantisipasi mengingat jenis reservoir yang ditemukan cukup beragam dan tersebar di berbagai tipe habitat. Penyakit ini dapat berpotensi menyebabkan suatu wabah apabila reservoirnya tidak dikendalikan. Tindakan pencegahan dapat di lakukan dari lingkungan terkecil kita, yaitu lingkungan rumah.