Obesitas, sebuah kata yang sudah tidak asing di telinga kita, yang acapkali dianggap lumrah di masyarakat, bahkan merupakan suatu indikator ‘kebahagiaan’ atau ‘kemakmuran’. “Tidak apa-apa gemuk yang penting sehat.” sebuah statement yang seringkali menjadi pembenaran dari kegemukan yang seseorang alami. Nyatanya, banyak orang belum menyadari bahwa saat seseorang mengalami obesitas, di saat yang sama orang tersebut sudah mengaktifkan ‘bom waktu’ yang dapat ‘meledak’ kapanpun.
Menurut WHO, obesitas adalah penumpukan lemak yang berlebihan akibat ketidak seimbangan asupan energi (energi intake) dengan energi yang digunakan (energi expenditure) dalam waktu lama. Cara mengetahui apakah seseorang mengalami obesitas adalah dengan menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT), yaitu dengan membagi berat badan (dalam kilogram) dengan tinggi badan kuadrat (dalam meter). Bila didapatkan IMT di atas 25, maka seseorang dikatakan obesitas. Selain mengukur IMT, metode lainnya adalah dengan menghitung persentase lemak tubuh dengan menggunakan timbangan khusus. Pada pria dikatakan obesitas bila persentase lemak tubuh lebih besar dari 32% dan pada wanita lebih besar dari 25%.
Di Indonesia, data menunjukan bahwa 1 dari 3 penduduk dewasa atau sekitar 68 juta orang mengalami obesitas. Angka ini sangat mengkhawatirkan, mengingat begitu banyak penyakit tidak menular (noncommunicable disease) yang dapat dicetuskan oleh obesitas, seperti penyakit kardiovaskular (penyakit jantung dan stroke), kencing manis (diabetes), penyakit tulang dan persendian (osteoarthritis), bahkan kanker (payudara, prostat, ovarium, hati, ginjal, kolon, dan kantung empedu). Bukan hanya penyakit yang bersifat klinis, obesitas juga berpengaruh terhadap psikis seseorang, seperti mengurangi rasa percaya diri, mengganggu produktivitas harian, bahkan menyebabkan stres dan depresi yang dapat berujung pada menyakiti diri sendiri atau bunuh diri.
Lantas apa yang dapat dilakukan untuk mencegah Sang Bom Waktu? Upaya preventif obesitas harus dilakukan secara simultan oleh semua elemen masyarakat, baik itu masyarakat, industri makanan, dan stake holders kesehatan. Di tingkat individu, pencegahan obesitas dapat dilakukan dengan mengurangi asupan kalori harian (defisit kalori) baik dari lemak maupun gula. Selanjutnya meningkatkan konsumsi protein sebagai bahan baku pembentukan otot, yang mana otot berperan penting dalam pembakaran lemak serta konsumsi antioksidan (sayur dan buah) yang dapat membantu pembakaran lemak dan mengurangi risiko terjadinya kanker dengan menangkal radikal bebas. Menjauhi sedentary lifestyle juga dapat meningkatkan pembakaran kalori dan lemak. Sedentary lifestyle adalah kumpulan dari aktivitas di luar waktu tidur dengan karakteristik keluaran kalori yang sangat sedikit (kurang dari 1,5 METs) seperti menggunakan lift ke lantai rendah meskipun akses tangga tersedia, pekerjaan rumah dan laundry dikerjakan asisten rumah tangga, kurang berolahraga, berbaring atau duduk dalam waktu lama, dan pergi ke tempat yang jaraknya dekat dengan menggunakan motor atau mobil. Terakhir, tingkatkan aktivitas fisik sesuai anjuran, yaitu durasi minimal 30 menit per hari atau 150 menit seminggu.
Selain di tingkat individu, pencegahan obesitas juga harus dilakukan oleh industri makanan, seperti memastikan bahwa makanan yang diproduksi memiliki kandungan nutrisi yang baik dengan cara mengurangi lemak, gula, dan garam ketika mengolah makanan serta memastikan distribusi makanan sehat merata di setiap tempat dan untuk semua kalangan. Bagi stake holders kesehatan, mengadakan program dan kampanye kesehatan untuk meningkatkan awareness masyakarakat akan obesitas dapat dilakukan. Selain itu, melakukan supervisi terhadap kandungan gizi pada makanan yang beredar di masyarakat juga perlu digalakkan.
Akhir kata, obesitas masih merupakan ‘musuh besar’ bagi kita semua. Angkanya yang kian meningkat harus dikendalikan sesegera mungkin, meningat begitu banyak komplikasi penyakit yang dapat disebabkan oleh obesitas dan dapat terjadi kapanpun layaknya ‘bom waktu’. Berbagai upaya preventif obesitas dapat dilakukan oleh semua kalangan, baik masyarakat, industri makanan, dan stake holders kesehatan, sehingga angka obesitas dapat berkurang dan tercipta Indonesia Sehat sebagaimana yang kita cita-citakan bersama.
Penulis: dr. Wiryanti Ambarita - Alumni CIMSA Indonesia
—
Tentang CIMSA
Center for Indonesian Medical Students’ Activities (CIMSA) adalah organisasi mahasiswa kedokteran Indonesia yang bersifat nonprofit, nonpemerintah, nonpolitik, nonpartisan, nasionalis, dan independen. Sebagai salah satu organisasi mahasiswa kedokteran terbesar di Indonesia, CIMSA merepresentasikan lebih dari 10.000 mahasiswa kedokteran dan tersebar pada 30 universitas di seluruh Indonesia untuk meningkatkan taraf kesehatan bangsa melalui peningkatan kapasitas, riset, aktivitas, dan advokasi.
Referensi :
https://www.who.int/health-topics/obesity
https://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/obesitas
Riskesdas 2018
Gallagher, et al. New York Obesity Research Center
Shields M, Tremblay MS. Sedentary behaviour and obesity. Health Rep.2008;19:19-30