Hidup Tanpa Masker Setelah Pandemi COVID-19


Hidup Tanpa Masker Setelah Pandemi COVID-19

Setelah pandemi telah berjalan dua tahun lebih, perilaku baru telah terbentuk seperti memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan, namun kini keadaan COVID-19 sudah berlalu. Bahkan, WHO telah mencabut Status Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) atau darurat kesehatan global untuk COVID-19 pada tanggal 5 Mei 2023.

Lalu apakah menggunakan masker saat ini masih diperlukan, pertanyaan seperti itu sering ditanyakan oleh masyarakat, kebingungungan di masyarakat mau atau tidak mau, harus segera dijawab.

Karena masyarakat sudah terbiasa mengenakan masker dalam setiap aktivitasnya pada saat pandemi. Saat status pandemi telah dicabut, bagaimana pemerintah mengatur kebijakan penggunaan masker? 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, penggunaan masker, tidak lagi diwajibkan. Hal ini seiring dengan pencabutan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada akhir tahun lalu.

“PPKM sudah dicabut. Jadi, sudah tidak wajib lagi pakai masker, apa lagi di luar ruangan,” kata Jokowi.

Menurutnya, penggunaan masker kini menjadi pilihan pribadi masyarakat. Jika merasa perlu mengenakan masker, boleh digunakan. Begitu pun sebaliknya. 

Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin tidak mempersoalkan pilihan masyarakat yang tidak memakai masker di transportasi umum. Namun Budi juga mengimbau agar masyarakat yang merasa tidak sehat, tetap mengenakan masker.

“Kalau masyarakat merasa tidak nyaman, merasa dia tidak sehat, sudah lama tidak divaksin, sebaiknya pakai. Kalau enggak, ya enggak apa-apa,” ujar Budi.

Pemerintah telah berproses melakukan transisi dari pandemi ke endemi COVID-19. Peran pemerintah melakukan intervensi program kesehatan akan berkurang secara pelan-pelan.

Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga mempersilakan masyarakat yang ingin melepas maskernya. IDI menilai, kebebasan untuk melepas masker juga kini telah diberlakukan di beberapa negara lain. 

Direktur Pascasarjana Universitas YARSI dan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Tjandra Yoga Aditama, juga mengingatkan, upaya untuk mengatasi sepenuhnya Covid-19 masih membutuhkan waktu yang panjang.

Walaupun Covid-19 bukan lagi kedaruratan kesehatan global karena virusnya masih ada dan penyakitnya masih ada, pasien masih akan tetap ada. ”Bahkan, kematian akibat Covid-19 di Indonesia dan dunia masih akan ada, hanya jumlahnya menjadi sedikit dan situasi kesehatan dianggap terkendali,” katanya.

Tjandra menambahkan, ilmu pengetahuan masih harus terus berkembang di bidang Covid-19 ini, apalagi penyakitnya masih relatif baru, sekitar tiga tahun, dibandingkan dengan penyakit lain yang sudah puluhan dan ratusan tahun umurnya. ”Kita masih harus terus menggali ilmu tentang banyak hal, termasuk long Covid, sampai kapan vaksin perlu diulang, dan banyak lagi hal lain,” katanya.

Dengan kondisi ini, Tjandra mengingatkan agar kita untuk tetap waspada menghadapi apapun penyakit menular yang ada, termasuk Covid-19. ”Upaya pengendalian oleh pemerintah tetap harus dijalankan, sebagaimana juga pengendalian penyakit menular lainnya,” katanya.

Apalagi, menurut dia, akan ada pandemi lagi di masa datang. Kita hanya tidak tahu kapan akan terjadi dan apa penyakit yang jadi penyebabnya. Jadi, program pencegahan dan persiapan (prevention and preparedness) tetap perlu dijalankan supaya kalau ada pandemi lagi, tidaklah seberat Covid-19.

Banyak tindakan yang terlihat pada puncak pandemi, termasuk masker dan jarak sosial, saat ini dianggap tidak diperlukan untuk mengatasi Covid-19, kecuali di tempat tertentu, seperti rumah sakit atau panti jompo. Namun, orang dengan sistem kekebalan yang lemah dan komorbid dinilai masih berisiko.

Lagi pula, sejumlah studi juga menunjukkan, penggunaan masker bisa bermanfaat untuk mencegah berbagai penyakit lain, khususnya dari pencemaran udara. Sementara mencuci tangan secara rutin juga bisa mencegah berbagai penyakit infeksi lain. Intinya, marilah kita terus menjaga pola hidup sehat.

 

 

Kalender

Artikel Terkait