Revolusi Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Peran Digitalisasi dan Artifical Intelligence di Tempat Kerja


Revolusi Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Peran Digitalisasi dan Artifical Intelligence di Tempat Kerja

Perkembangan digitalisasi dan otomasi yang meningkat pesat sangat mempengaruhi jutaan pekerjaan di seluruh dunia. Hal ini memberikan kesempatan pekerjaan yang tak pernah diduga sebelumnya dan dapat meningkatkan aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

Berdasarkan data International Labour Organization, hampir 75 juta pekerjaan dapat tergantikan oleh Artificial Intelligence (AI) dan dapat mempengaruhi 427 juta pekerjaan di seluruh dunia. Peran AI dalam menggantikan pekerjaan manusia sudah terjadi di kawasan Eropa dan Benua Amerika, sedangkan kawasan Asia dan Afrika relatif masih tertinggal. Berbeda dengan Tiongkok yang telah lebih maju dalam bidang teknologi bahkan dengan memberikan gaji yang semakin tinggi bagi pekerja dengan keterampilan dan pengalaman terkait AI dan digitalisasi.

Hari K3 Dunia (World Day for Safety and Health) diperingati setiap tanggal 28 April. Pada tahun 2025, ILO mengusung tema Revolutionizing Health and Safety: The Role of AI and Digitalization at Work. Tema menarik yang dapat dimaknai bahwa saat ini dunia K3 perlu melakukan revolusi agar mampu membalikkan angka kecelakaan dan juga penyakit akibat kerja sehingga diturunkan secara signifikan dari waktu ke waktu.

Mengingat kondisinya dari data Improvement (2025), kasus kecelakaan kerja di Inonesia terus menunjukkan eskalasi peningkatan dari tahun ke tahun, mencapai 400 ribu pada tahun 2024. Sesuai dengan kemajuan peradaban saat ini, perlunya pemanfaatan digitalisasi dan AI dalam bidang kesehatan kerja.  

Secara lebih detail berbagai dampak dari digitalisasi dan AI dapat diuraikan sebagai berikut:

  1. Digitalisasi dan otomisasi menimbulkan risiko yang berkaitan dengan kegagalan mekanis, ergonomi, kebisingan, dan psikososial. Contohnya meliputi: 
    1. Kegagalan mekanis yang dimaksud bisa berupa kegagalan aplikasi atau sensor yang dapat menimbulkan kecelakaan atau tabrakan.    
    2. Bising yang ditimbulkan oleh mesin digital dan robot yang digunakan jikalau belum fit.
    3. Kontak yang berkepanjangan dari material korosif, dapat menyebabkan skin irritation atau reaksi alergi
    4. Risiko psikososial akan membatasi pekerja dalam membuat keputusan karena semua keputusan dilakukan oleh robot.
    5. Otomisasi juga membuat pekerjaan dengan beban kerja dan target yang tinggi sehingga dapat menimbulkan stress bagi pekerja sebagai supervisor. Bahkan pekerja juga harus dituntut cepat beradaptasi dengan sistem robot secara keseluhan yang dapat menimbulkan stress.

  2. Smart wearable devices, sensor, dan sistem pendeteksi berkaitan akan mempengaruhi kenyamanan, kemampuan atau keterampilan dan kesesuaian pengguna, padahal populasi pekerja beraneka ragam. Beberapa contoh yaitu:
    1. Studi menunjukkan penggunaan smart wearable devices dapat berisiko terhadap kesehatan dari paparan radiasi dari penggunaannya.
    2. Kecemasan dapat terjadi bagi pekerja apabila tidak dapat mencapai target kesehatan dari penggunaan smart wearable devices.
    3. Berpengaruh terhadap etik dan privasi karena dapat berisiko adanya kebocoran data yang berasal dari malware atau cyber attack.

  3. Penggunaan realitas virtual (Virtual Reality/VR) akan mengakibatkan jarak pandang yang terhalang, masalah keseimbangan, ketegangan visual, dan beban kognitif yang berlebihan. Sebagai contoh, yaitu:
    1. Apabila mitigasi tidak dilakukan slip, trip, dan fall dapat terjadi.
    2. Risiko Kesehatan mata dapat meningkat karena penggunaan VR atau Extended Reality (XR) yang berlebihan.
    3. Stress akut karena dituntut utuk mampu beradaptasi dengan digitalisasi dan pelatihan VR atau XR.
    4. Risiko baru berupa cybersickness, di antaranya kelelahan, sakit kepala, berkeringat, mulut kering, dizziness, ataxia, nausea dan kelelahan
      .
  4. Manajemen kerja algoritmik yang menggunakan sistem diprogram oleh AI akan berpengaruh pada pengambilan keputusan oleh digital atau AI dan masalah lainnya, seperti:
    1. Kebocoran data pekerja dan pemilik kerja terserang malware dari data yang terkumpul.
    2. Malfungsi dan kesalahan pengambilan keputusan karena hanya berdasarkan pertimbangan robot.
    3. Isolasi sosial karena pekerjaan hanya dilakukan melalui teleworking.
    4. Desain kerja dan pengembangan karir hanya berdasarkan algoritma AI
      .
  5. Pekerjaan jarak jauh dan berbasis pelantar digital akan meningkatkan beban kerja, waktu kerja yang tak menentu, pemantauan pekerjaan dengan digitalisasi, isolasi sosial, dan risiko ergonomi. Contohnya:
    1. Tidak adanya batasan waktu kerja karena anggapan pekerjaan dilakukan dimana saja
    2. Risiko ergonomik karena duduk yang lama.
    3. Kegagalan pendengaran karena penggunaan earphone atau headset.
    4. Isolasi sosial karena pekerjaan hanya dilakukan melalui teleworking.
    5. Pekerja yang terlibat dalam produksi teknologi seperti penambang kobalt dan lithium maupun pekerja yang terpapar limbah elektronik akan terpapar bahan kimia yang toksik. 

 

Selain dampak di atas, digitalisasi dan AI juga dapat memberikan manfaat di bidang K3, khususnya kesehatan kerja. Manfaat tersebut antara lain di antaranya:

  1. Digitalisasi dan AI dapat merampingkan tugas-tugas fisik kognitif serta mengurangi paparan lingkungan berbahaya dan cedera, 
    1. Telah tergantikan oleh AI dan digitalisasi dalam mengumpulkan dan melakukan analisis data.
    2. Mensupervisi pekerjaan secara remote tanpa harus memantau secara langsung.
    3. Mengurangi paparan risiko seperti limbah kimia atau bahaya karsinogen
    4. Telah digunakan untuk disinfeksi saat COVID-19 terjadi.

  2. AI mendorong munculnya sistem pemantauan K3 yang otomatis, membantu deteksi bahaya secara mutakhir dan tindakan keselamatan yang proaktif.
    1. Smart helmet yang dapat digunakan untuk memonitor detak jantung, suhu tubuh, lokasi dan lingkungan kerja.
    2. Wearable camera dapat digunakan untuk pemantauan tempat kerja seperti inspeksi atau pemantauan lingkungan kerja.
    3. Smart gloves yang dapat berubah warna apabila kontak dengan bahan kimia berbahaya.
    4. Life band yang dapat memberikan alarm ketika kelelahan dialami pekerja.

  3. VR dapat dipakai untuk deteksi bahaya dan tanggap darurat bahkan untuk pelatihan.
    1. Pelatihan dapat dilakukan dengan menggunakan VR tanpa harus dilakukan dengan kondisi yang nyata, sehingga lebih efisien dari segi tempat dan biaya.
    2. Dengan dibuatnya lingkungan kerja secara virtual dapat dimudahkan untuk identifikasi bahaya dan risiko
    3. Roleplay tanggap darurat juga dapat dilakukan dnegan menggunakan VR.

  4. Manajemen kerja algoritmik yang menggunakan sistem diprogram oleh AI, memungkinkan koordinasi pekerja dalam sebuah tim, mengoptimalkan alokasi tugas, dan meningkatkan keseimbangan kehidupan kerja.
    1. Peningkatan kemampuan pekerja dengan adanya algoritmik kemampuan dan capaian kinerja.
    2. Meningkatkan work-life balance sehingga meningkatkan pula kepercayaan diri, dan perkembangan hidup yang lebih baik
    3. Dapat mendeteksi kekerasan di tempat kerja

  5. Pekerjaan jarak jauh dan berbasis pelantar digital dapat memudahkan dalam fleksibiltas kerja dan work life balance, memudahkan pekerja dalam pengawasan tumbuh kembang anak dan keharmonisan keluarga.

Digitalisasi dan penerapan AI dalam K3, khususnya kesehatan kerja membawa perubahan signifikan dengan dampak positif dan tantangan yang harus dihadapi. Teknologi ini dapat meningkatkan efisiensi pengawasan, deteksi potensi bahaya, dan pemantauan kondisi kesehatan pekerja secara real-time. Seperti sensor pintar, analitik data besar (big data), dan AI dapat membantu mencegah kecelakaan kerja dengan mendeteksi pola-pola yang sebelumnya tidak terlihat, memberikan rekomendasi pencegahan berbasis data, serta mengurangi risiko melalui automasi.

Di sisi lain, tantangan digitalisasi dan AI di tempat kerja juga tidak dapat dikesampingkan. Salah satunya adalah masalah privasi dan keamanan data. Penggunaan data kesehatan pekerja dan pemantauan yang sangat detail dapat menimbulkan kekhawatiran terkait penyalahgunaan informasi pribadi. Selain itu, adopsi teknologi baru sering kali memerlukan investasi besar dan pelatihan yang memadai yang dapat menjadi kendala bagi banyak perusahaan, terutama yang memiliki sumber daya terbatas.

Ketergantungan yang semakin besar pada teknologi dapat menyebabkan masalah jika sistem gagal atau terkena serangan siber. Keterampilan tenaga kerja yang tidak memadai dalam memahami dan mengoperasikan teknologi juga menjadi isu yang perlu diatasi, agar teknologi dapat diintegrasikan dengan baik dalam lingkungan kerja. Dengan langkah-langkah ini, tantangan dalam digitalisasi dan AI dapat diatasi, sehingga teknologi ini dapat memberikan manfaat maksimal untuk keselamatan dan kesehatan di tempat kerja (Tim Kerja Kesehatan Kerja).

Kalender

Artikel Terkait