Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ): Mitos, Stigma dan Upaya yang Dilakukan


Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ):  Mitos, Stigma dan Upaya yang Dilakukan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala, dan/atau perubahan perilaku bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi sebagai manusia dan terdiagnosis sebagai gangguan jiwa sesuai kriteria diagnosis yang ditetapkan. Siapapun dapat menjadi ODGJ. Namun sayangnya, ODGJ sering kali menghadapi berbagai mitos dan stigma di masyarakat. Hal ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan mereka, tetapi juga menghambat proses pemulihan dan akses terhadap perawatan yang layak.

 

Mitos Umum tentang Gangguan Jiwa

Beberapa mitos yang sering beredar di masyarakat terkait gangguan jiwa antara lain:

  • Gangguan jiwa disebabkan oleh kepribadian yang lemah atau kurang iman

    Faktanya, gangguan jiwa dapat terjadi karena kombinasi berbagai faktor, termasuk faktor biologis (aktivitas sel dan kimia otak), psikologis (trauma emosional), tekanan sosial dan budaya. Sama seperti penyakit fisik, gangguan jiwa bisa menyerang siapa saja, tanpa memandang kecerdasan, kelas sosial, atau tingkat spiritualitas.
  • Orang dengan gangguan jiwa selalu berbahaya Ini juga salah satu mitos yang paling merugikan

    Sebagian besar ODGJ tidak berbahaya dan justru lebih rentan menjadi korban kekerasan daripada menjadi pelaku kekerasan. Tidak jarang ODGJ mendapat bullying atau bahkan kekerasan fisik dari orang yang merasa waras.
  • Gangguan jiwa tidak bisa disembuhkan

    Dengan penanganan yang tepat, seperti terapi, perawatan, pengobatan, dan dukungan yang memadai dari orang-orang di lingkungannya, banyak ODGJ dapat pulih atau berhasil mengelola kondisinya dan hidup produktif berdampingan dengan masyarakat.
  • Gangguan jiwa hanya terjadi pada orang tertentu

    Gangguan jiwa dapat terjadi pada siapa saja, tanpa memandang usia, gender, atau latar belakang sosial, termasuk spiritual dan intelektual.
  • Kesehatan mental hanya perlu diperhatikan oleh orang yang mengalami gangguan kesehatan mental

    Upaya aktif untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan mental bermanfaat bagi siapa saja, sama seperti menjaga kesehatan fisik.

 

Stigma yang Dihadapi ODGJ

Stigma adalah pandangan negatif yang diberikan oleh seseorang atau masyarakat terhadap ODGJ masih sering terjadi. Stigma tersebut menimbulkan diskriminasi bahkan pengucilan terhadap ODGJ. Beberapa bentuk stigma yang sering muncul meliputi:

  • Penyebutan istilah yang merendahkan seperti "orang gila"

    Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa yang diperkuat dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan telah melarang penyebutan atau pelabelan negatif terhadap individu dengan gangguan kejiwaan, sehingga istilah yang digunakan adalah Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).
  • Keyakinan bahwa gangguan jiwa terkait dengan hal mistis atau roh jahat

    Kepercayaan ini seringkali mendorong keluarga untuk mencari pengobatan alternatif ke dukun, bahkan menyebabkan praktik pemasungan atau pengucilan.
  • ODGJ dianggap tidak berguna dan tidak dapat melakukan kegiatan produktif

    Hal ini menyebabkan mereka sering dikucilkan, diisolasi, atau bahkan dipasung di tempat yang tidak layak.
  • Mengolok-olok orang yang berkonsultasi ke pelayanan kesehatan jiwa (psikiater, psikolog) sebagai "orang gila"

    Stigma ini menghambat banyak orang untuk mencari pertolongan profesional. Padahal keterlambatan penanganan menyebabkan semakin parahnya gangguan jiwa yang diderita.

 

Dampak Mitos dan Stigma

Mitos dan stigma memiliki dampak serius dan negatif bagi ODGJ, di antaranya:

  • Hambatan dalam mendapatkan penanganan

    Rasa malu dan takut dihakimi membuat ODGJ atau keluarga mereka enggan mencari bantuan profesional, sehingga memperlambat proses pemulihan.
  • Isolasi sosial dan diskriminasi

    ODGJ sering dikucilkan dari lingkungan sosial, tidak mendapatkan pendidikan yang layak, mendapat perlakuan kasar dan mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan. Kadang-kadang juga pemasungan dengan berbagai bentuk (dari dikunci di kamar, dirantai atau dikucilkan di rumah tidak layak huni).
  • Peningkatan beban psikologis

    Stigma akan memengaruhi konsep diri ODGJ, menurunkan harga diri, dan memperburuk kondisi mental mereka, sehingga membuat mereka menarik diri dari lingkungan sosial.
  • Penurunan kualitas hidup dan pemulihan

    Stigma yang terus-menerus akan menghambat interaksi sosial dan integrasi ODGJ dengan lingkungan, memperburuk kondisi mereka, dan bagi yang sudah mendapat penanganan dengan baik akan menyebabkan kekambuhan.

 

Cara Mengatasi Mitos dan Stigma

Mengatasi mitos dan stigma terhadap ODGJ adalah tanggung jawab bersama, tidak bisa hanya dilakukan oleh tenaga medis dan kesehatan. Langkah yang dapat dilakukan bersama adalah sebagai berikut:

  • Edukasi kesehatan mental

    Dengan menyebarluaskan informasi yang akurat mengenai gangguan jiwa, penyebabnya, dan pilihan penanganannya. Edukasi dapat membantu masyarakat memahami bahwa gangguan jiwa adalah kondisi medis yang dapat diobati, sama seperti penyakit fisik lainnya.
  • Meningkatkan empati dan pemahaman

    Dengan berusaha memahami perspektif ODGJ dan tidak menghakimi, berbicara terbuka tentang kesehatan mental untuk menghilangkan mitos dan menciptakan lingkungan yang lebih inklusif.
  • Mendukung pencarian pertolongan

    Dengan mendorong ODGJ dan keluarganya untuk segera mencari bantuan profesional di layanan kesehatan terdekat (Puskesmas, rumah sakit, dan atau rumah sakit jiwa).
  • Membangun sistem pendukung (support system)

    Dengan melibatkan keluarga, teman, dan komunitas agar memiliki peran penting dalam memberikan dukungan emosional, penghargaan, instrumental (bantuan biaya), dan informatif (saran dan nasihat) bagi ODGJ. Penerimaan dan pemahaman keluarga sangat penting untuk keberhasilan penanganan ODGJ.
  • Melawan diskriminasi

    Dengan tidak melakukan pemasungan atau pengucilan, serta melaporkan praktik-praktik diskriminatif terhadap ODGJ kepada pihak berwajib, karena pemasungan adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia. Jangankan ODGJ, orang tanpa gangguan jiwa jika dipasung juga akan mengalami gangguan jiwa.
  • Pemberdayaan ODGJ

    Yaitu mendukung ODGJ untuk dapat hidup produktif dan berintegrasi kembali dengan masyarakat setelah kondisinya terkontrol.

 

Dengan upaya dan kepedulian bersama, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih peduli dan menghilangkan stigma terhadap ODGJ, sehingga mereka bisa mendapatkan dukungan dan perawatan yang mereka butuhkan untuk mencapai pemulihan yang optimal.

 

 

Artikel ini ditulis dengan dukungan teknologi AI untuk mempercepat proses penulisan dan pengayaan informasi.

Kalender

Artikel Terkait