10 Mitos dan Fakta Tentang Imunisasi yang Perlu Anda Ketahui

 

10 Mitos dan Fakta Tentang Imunisasi yang Perlu Anda Ketahui


10 Mitos dan Fakta Tentang Imunisasi yang Perlu Anda Ketahui

Imunisasi adalah upaya pencegahan penyakit menular dengan cara meningkatkan sistem kekebalan tubuh anak melalui pemberian vaksin. Vaksin merupakan bakteri atau virus yang sudah dimatikan atau dilemahkan untuk merangsang pembentukan zat antibodi dalam tubuh. Pembentukan zat antibodi ini akan memperkuat sistem kekebalan tubuh, sehingga kebal terhadap penyakit-penyakit tertentu.

 

Walaupun masih banyak yang khawatir terhadap efek simpang imunisasi akibat banyaknya mitos dan fakta tentang imunisasi, manfaatnya masih lebih besar daripada efek simpangnya. Pemberian imunisasi melindungi tubuh bayi dan anak dari serangan bakteri atau virus penyakit-penyakit tertentu, yang dapat mengancam jiwa dan kesehatan dalam jangka panjang. Imunisasi juga meningkatkan status kesehatan anak, yang akan berdampak pada kualitas tumbuh kembang dan produktivitasnya hingga ke masa depan.

 

Dalam sambutannya di perayaan Pekan Imunisasi Dunia pada bulan Mei 2024 yang lalu, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI, Kunta Wibawa Dasa Nugraha, mengatakan di tahun 2024 ini ada lebih dari 2.8 juta anak berusia 1-3 tahun yang tersebar di 309 kabupaten dan 38 provinsi, yang belum atau tidak mendapatkan imunisasi lengkap. Semakin meningkatnya informasi yang salah tentang imunisasi menimbulkan kekhawatiran berlebihan yang tidak beralasan tentang keamanan dan dampak imunisasi.

 

BACA: Mengapa Perlu Imunisasi

 

Mitos dan Fakta Imunisasi

Tentunya angka ini sangat mengkhawatirkan, karena akan mempengaruhi kualitas hidup sumber daya manusia di masa akan datang. Oleh karenanya, dibutuhkan upaya keras untuk menjawab berbagai mitos dan fakta tentang imunisasi yang beredar di masyarakat saat ini.

 

Mitos 1: Imunisasi Tidak Penting karena Penyakitnya Sudah Hilang

Dilansir dari sebuah artikel di UNICEF, saat ini di seluruh dunia ada sekitar 20 juta anak yang belum diimunisasi atau mendapatkan imunisasi dasar tidak lengkap, karena menganggap wabah penyakitnya sudah hilang.  Akibatnya, beberapa penyakit berbahaya, yang dulu bisa dicegah oleh vaksin, kini muncul kembali di negara-negara maju dan berkembang, termasuk campak, pertusis (batuk rejan), difteri dan polio.

 

Mitos 2: Imunisasi Menyebabkan Penyakit

Pemberian imunisasi ada kalanya diikuti dengan efek simpang atau kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI), seperti demam, sakit kepala, nyeri dan bengkak di sekitar area suntikan, kelelahan, anak menjadi rewel dan lain sebagainya. Namun, ini merupakan efek samping yang normal dan biasanya akan sembuh sendiri setelah 3-4 hari. 

 

Anda bisa memberi anak obat penurun panas, kompres air hangat, ASI, jus buah atau susu untuk membantu meringankan gejalanya. Selain itu juga, hindari aktivitas fisik yang terlalu berat atau menguras energi setelah vaksin, untuk mengurangi ketidaknyamanan atau rasa lelah setelah melakukan imunisasi. 

 

Segera periksa ke dokter atau tenaga kesehatan, jika gejala-gejala KIPI ini tidak kunjung membaik atau bertambah parah. Meski demikian, belum ada bukti medis konkrit yang menunjukkan adanya penyakit yang disebabkan oleh imunisasi.

 

Mitos 3: Vaksin Mengandung Bahan Berbahaya

Kandungan vaksin terdiri dari berbagai bahan yang dapat dikelompokkan ke dalam 2 kategori komponen, yaitu:

 

Komponen utama

Komponen utama vaksin adalah antigen, yaitu kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan untuk merangsang pembentukan sel-sel antibodi dan kekebalan tubuh. Sel-sel antibodi ini yang akan melindungi tubuh dari serangan penyakit, jika terpapar bakteri atau virus penyebab penyakit tersebut.

 

Komponen tambahan

Komponen tambahan ini kadarnya rendah dan aman, terdiri dari

 

  • Zat penstabil, seperti sukrosa dan albumin, untuk menjaga stabilitas vaksin saat disimpan dengan sistem rantai dingin. 

  • Antibiotik dalam kadar yang sangat rendah, seperti neomycin, untuk mencegah kontaminasi bakteri saat vaksin diproduksi.

  • Bahan pengawet yang berfungsi untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur, seperti thimerosal, dan ditambahkan ke dalam vaksin dengan kemasan multidosis.

  • Ajuvan yang berperan untuk meningkatkan respon imunitas spesifik pada individu penerima, dan ditambahkan ke dalam beberapa jenis vaksin. Contohnya, garam aluminium.

 

Mitos 4: Imunisasi Hanya Perlu Dilakukan Sekali

Imunisasi penting untuk dilakukan sejak bayi baru lahir hingga berusia 2 tahun, sesuai dengan jadwal dan jenis yang telah ditentukan oleh Kementerian Kesehatan RI dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Tujuannya untuk melindungi anak dari serangan infeksi penyakit berbahaya, yang dapat menyebabkan masalah kesehatan serius, cacat pada anak hingga kematian. Beberapa penyakit ini sifatnya menular, sehingga imunisasi tak hanya berperan untuk melindungi anak, tapi juga keluarga dan orang-orang di sekitarnya dari penularan penyakit tersebut.

 

Orang tua harus memastikan anak mendapatkan imunisasi dasar lengkap secara tepat waktu. Bagaimana jika anak terlambat atau belum mendapatkan imunisasi sama sekali? Sekarang ada program vaksinasi kejar melalui pemberian imunisasi ganda pada anak, yaitu penyuntikan lebih dari satu jenis vaksin dalam satu kali kunjungan.

 

Mitos 5: Anak yang Sehat Tidak Membutuhkan Imunisasi

Faktanya, sistem kekebalan tubuh bayi baru lahir hingga usia 2 tahun belum berkembang dengan sempurna, walaupun kondisi tubuhnya sehat dan pertumbuhannya sesuai grafik pertumbuhan anak seusianya.

 

Selain itu juga, infeksi penyakit menular tidak bisa diprediksi dan bisa terjadi kapan saja, sehingga lebih baik mencegah dengan memperkuat kekebalan tubuh anak, baik yang sehat maupun tidak sehat, melalui imunisasi.

 

Mitos 6: ASI Dapat Menjadi Pengganti Vaksin

ASI mengandung semua nutrisi yang dibutuhkan anak, termasuk antibodi untuk membentuk kekebalan tubuhnya. Pemberian ASI eksklusif, disertai makanan dengan gizi lengkap dan seimbang, memang dapat memberi perlindungan secara umum pada anak. Namun, perlindungan terhadap penyakit-penyakit tertentu hanya bisa didapatkan melalui vaksin, sehingga anak wajib mendapatkan imunisasi dasar lengkap.

 

Mitos 7: Vaksin Tidak Efektif dalam Mencegah Penyakit

Vaksin telah terbukti efektif mencegah infeksi dan penyebaran wabah penyakit menular. Salah satu bukti keberhasilan vaksin adalah hilangnya penyakit cacar atau smallpox sejak tahun 1900-an. Padahal, zaman dulu 1 dari 3 penderita penyakit cacar meninggal dunia akibat infeksi virus variola ini.

 

Bukti nyata kesuksesan lainnya adalah terkendalinya wabah penyakit campak dan polio yang dulu membahayakan jiwa, hingga kini Indonesia pun termasuk negara yang sudah terbebas dari ancaman kedua jenis penyakit ini. Kemudian, yang baru-baru ini terjadi adalah keberhasilan mengendalikan wabah virus corona atau Covid-19 yang melumpuhkan dunia selama lebih dari 3 tahun sejak 2020.

 

Mitos 8: Imunisasi Dapat Menyebabkan Autisme

Hingga saat ini, belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan keterkaitan autisme dengan imunisasi jenis apapun. Apalagi vaksin yang digunakan dalam setiap program imunisasi nasional telah diuji oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), lulus prakualifikasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), serta telah mendapatkan rekomendasi NITAG (National Immunization Technical Advisory Groups.

 

Mitos 9: Kekebalan Tubuh Lebih Baik Dibangun Secara Alami

Banyak penyakit yang seringkali dianggap ringan, seperti campak, bisa menyebabkan komplikasi kesehatan yang berat bahkan mematikan, hanya dengan mengandalkan  kekebalan tubuh alami. Selain itu, kekebalan alami tidak selalu memberikan perlindungan jangka panjang, contohnya dalam hal penyakit batuk rejan (pertusis).

 

Mitos 10: Imunisasi Hanya untuk Anak-anak

Selain untuk anak-anak, imunisasi juga berperan penting dalam meningkatkan kekebalan tubuh orang dewasa, termasuk yang sudah menjalankan gaya hidup sehat, 

dalam melawan serangan infeksi penyakit-penyakit tertentu.

 

Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, menyoroti pentingnya imunisasi untuk orang dewasa, seperti Covid-19, HPV dan meningitis. Beliau juga menyebut lebih banyak lagi imunisasi yang akan dikembangkan untuk penyakit orang dewasa, sejalan dengan perkembangan teknologi kesehatan. 

 

Dengan begitu banyaknya manfaat yang bisa diperoleh dari imunisasi, seperti yang telah dijelaskan di atas, tak ada lagi alasan untuk tidak melakukan imunisasi baik bagi anak-anak maupun orang dewasa. Pahami berbagai mitos dan fakta tentang imunisasi, dan selalu cari kebenarannya dari sumber-sumber terpercaya, agar Anda dan keluarga dapat selalu hidup sehat berkualitas.

Kalender

Artikel Terkait